Sempat Ngebut, IHSG Kehabisan Bensin! Finis Hijau Tipis...
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan hari ini dengan apresiasi 0,24% ke level 6.699,35.
Di awal perdagangan indeks dibuka menguat 0,17% ke level 6.694,96. IHSG sempat melesat 1% lebih dan menyentuh level tertingginya di 6.751,00. Namun apresiasi IHSG cenderung terpangkas terutama di sesi II.
Data perdagangan mencatat ada 228 saham menguat, 278 melemah dan 166 stagnan. Nilai transaksi mencapai Rp 13,8 triliun. Asing terpantau melakukan beli bersih di pasar reguler sebesar Rp 202 miliar.
Saham yang paling banyak diborong asing adalah saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan net buy masing-masing Rp 411 miliar dan Rp 88 miliar.
Sedangkan saham yang banyak dilepas asing adalah saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) dan PT XL Axiata Tbk (EXCL) dengan net sell masing-masing sebesar Rp 148,4 miliar dan Rp 36,7 miliar.
Berlanjutnya uptren harga batu bara global kemarin juga masih menjadi katalis positif untuk saham emiten tambang di Indonesia. Di sisi lain, rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan ekspor barang tambang mentah seperti timah yang membuat harganya melambung juga menjadi katalis positif lain.
Dari pasar komoditas, harga energi masih terpantau menguat. Harga minyak stagnan namun untuk jenis Brent sudah kembali ke atas US$ 80/barel setelah sebelumnya drop signifikan.
Sementara itu harga gas alam dan batu bara memang masih berada jauh di bawah level tertingginya sepanjang masa yang berhasil dicatatkan pada Oktober lalu. Namun harga gas kembali menyentuh US$ 5/mmbtu sedangkan uptren harga batu bara berlanjut.
Kemarin (24/11) harga kontrak batu bara termal acuan global Newcastle melesat 3,67% dan ditutup di US$ 183,5/ton. Kenaikan harga batu bara dan gas bakal menjadi sentimen positif yang sifatnya sektoral.
IHSG masih mampu menguat dengan capaian kinerja intraday yang impresif di tengah risiko inflasi di AS yang dikhawatirkan bakal overheat.
Departemen Perdagangan Paman Sam melaporkan inflasi inti (Core PCE) AS bulan Oktober tercatat naik 4,1% year on year (yoy) dan menandai kenaikan tertinggi dalam hampir 3 dekade terakhir.
Jika memasukkan komponen makanan dan energi yang selanjutnya dikenal sebagai headline inflation, indeks PCE AS tumbuh 5% yoy pada periode yang sama dan menjadi yang tertinggi sejak tahun 1990. Penyebab tingginya inflasi di AS adalah kenaikan harga energi yang mencapai lebih dari 30% dalam satu tahun terakhir.
Kenaikan inflasi yang tinggi dan lebih persisten membuat pelaku pasar kembali melirik The Fed. Selain isu renominasi Jerome Powell sebagai ketua The Fed, faktor lain yang juga menjadi fokus pelaku pasar adalah arah kebijakan moneternya.
Memang di bulan November ini bank sentral paling powerful di dunia itu sudah mengumumkan tapering dengan laju pengurangan stimulus sebesar US$ 15 miliar per bulan. Namun dengan adanya inflasi yang membandel, The Fed kemungkinan bakal lebih agresif lagi dalam mengurangi stimulusnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)