
Asing Pede Borong Saham, IHSG Balik ke Atas 6.700

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat 0,17% ke level 6.694,96 pada awal perdagangan Kamis (25/11/2021). Hingga pukul 09:15 IHSG makin menguat dengan apresiasi 0,61% ke level 6.723,77. Asing pun melakukan aksi beli saham dengan net buy di pasar reguler sebesar Rp 135 miliar.
Saham yang paling banyak dibeli asing adalah saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan net buy masing-masing sebesar Rp 26,9 miliar dan Rp 4 miliar.
Sedangkan saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) menjadi saham yang paling banyak dilepas asing dengan net sell mencapai Rp 2,8 miliar dan Rp 2,5 miliar.
Sentimen yang membayangi pasar hari ini salah satunya adalah inflasi di AS yang terus naik dengan laju yang signifikan. Departemen Perdagangan Negeri Paman Sam melaporkan inflasi inti (core PCE) AS bulan Oktober tercatat naik 4,1% year on year (yoy) dan menandai kenaikan tertinggi dalam hampir 3 dekade terakhir.
Jika memasukkan komponen makanan dan energi yang selanjutnya dikenal sebagai headline inflation, indeks PCE AS tumbuh 5% yoy pada periode yang sama dan menjadi yang tertinggi sejak tahun 1990. Penyebab tingginya inflasi di AS adalah kenaikan harga energi yang mencapai lebih dari 30% dalam satu tahun terakhir.
Kenaikan inflasi yang tinggi dan lebih persisten membuat pelaku pasar kembali melirik The Fed. Selain isu renominasi Jerome Powell sebagai ketua The Fed, faktor lain yang juga menjadi fokus pelaku pasar adalah arah kebijakan moneternya.
Memang di bulan November ini bank sentral paling powerful di dunia itu sudah mengumumkan tapering dengan laju pengurangan stimulus sebesar US$ 15 miliar per bulan. Namun dengan adanya inflasi yang membandel, The Fed kemungkinan bakal lebih agresif lagi dalam mengurangi stimulusnya.
Wall Street yang kembali ditutup tak kompak berpeluang membuat pasar menjadi kurang bergairah. Apalagi sentimennya fokus pada inflasi yang masih saja belum menunjukkan tanda-tanda bakal melandai.
Dari pasar komoditas, harga energi masih terpantau menguat. Harga minyak stagnan namun untuk jenis Brent sudah kembali ke atas US$ 80/barel setelah sebelumnya turun signifikan.
Sementara itu harga gas alam dan batu bara memang masih berada jauh di bawah level tertingginya sepanjang masa yang berhasil dicatatkan pada Oktober lalu. Namun harga gas kembali menyentuh US$ 5/mmbtu sedangkan uptren harga batu bara berlanjut.
Kemarin (24/11) harga kontrak batu bara termal acuan global Newcastle melesat 3,67% dan ditutup di US$ 183,5/ton. Kenaikan harga batu bara dan gas bakal menjadi sentimen positif yang sifatnya sektoral. Artinya peluang kenaikan harga saham yang berbasis komoditas tersebut untuk hari ini masih terbuka.
Namun ketika harga komoditas terutama energi belum mau melandai, itu berarti inflasi kemungkinan akan tetap tinggi dan kebijakan moneter kontraktif bisa jadi bakal ditempuh oleh berbagai bank sentral dunia terutama The Fed.
Tapering yang agresif serta kenaikan suku bunga yang lebih cepat dari perkiraan bakal menimbulkan tekanan di pasar. Hal ini harus diantisipasi oleh pemangku kebijakan di negara lain, termasuk Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham