FYI, Kurs Dolar Singapura Turun Nyaris 13 Hari Beruntun!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
24 November 2021 14:52
Ilustrasi dolar Singapura (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi dolar Singapura (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura kembali turun melawan rupiah pada perdagangan Rabu (24/11) pagi, dan kini berisiko mencatat penurunan nyaris 13 hari beruntun. Padahal, kemarin pemerintahnya melaporkan data inflasi yang naik tinggi, dan berpeluang membuat Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) kembali mengetatkan kebijakan moneternya.

Melansir data Refintiv, dolar Singapura pagi ini turun 0,11% ke Rp 10.425,66/SG$, sebelum rebound dan berada di Rp 10.449,78/SG$ atau menguat 0,12% pada pukul 14:12 WIB.
Hingga Selasa kemarin, dolar Singapura sudah melemah dalam 11 dari 12 perdagangan terakhir, dan tidak menutup kemungkinan kembali berbalik melemah hari ini, seperti pergerakan sebelumnya.

Pemerintah Singapura kemarin melaporkan inflasi tumbuh 3,2% year-on-year (YoY) di bulan Oktober, jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya 2,5%, dan berada di level tertinggi sejak Maret 2013.

Inflasi inti yang tidak memasukkan beberapa item yang volatil naik 1,5% YoY, lebih tinggi dari sebelumnya 1,2%. Inflasi inti tersebut merupakan yang tertinggi sejak Maret 2019.
Inflasi inti tersebut menjadi perhatian Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS), karena dijadikan acuan dalam menetapkan kebijakan moneter.

Seperti diketahui sebelumnya, pada 14 Oktober lalu MAS menaikkan kemiringan (slope) S$NEER (Singapore dollar nominal effective exchange rate) dari sebelumnya di dekat 0%. Sementara lebar (width) dan titik tengah (centre) masih tetap.

Sejak saat itu hingga 5 November lalu dolar Australia menanjak, sebelum berbalik merosot nyaris 11 hari bertuntun.

Slope berfungsi membuat penguatan/penurunan dolar Singapura lebih cepat/lambat. Ketika slope dinaikkan, maka dolar Singapura bisa menguat lebih cepat, begitu juga sebaliknya.

Salah satu pejabat MAS, Ravi Menon, mengatakan otoritas saat ini sedang mengamati tanda-tanda inflasi semakin meningkat dan siap untuk bertindak guna meredamnya.

Untuk diketahui, di Singapura, tidak ada suku bunga acuan, kebijakannya menggunakan S$NEER. Kebijakan moneter, apakah itu longgar atau ketat, dilakukan dengan cara menetapkan kisaran nilai dan nilai tengah dolar Singapura terhadap mata uang negara mitra dagang utama. Kisaran maupun nilai tengah itu tidak diumbar kepada publik.

"Secara keseluruhan, saya akan mengatakan risiko yang dihadapi perekonomian saat ini beralih ke inflasi. Kami akan mengamati dengan seksama risiko inflasi yang semakin tinggi, dan kami siap untuk bertindak," kata Menon dalam wawancara dengan Bloomberg TV, sebagaimana diwartakan The Straits Times, Selasa (2/11).

Sementara itu Fitch Solutions memprediksi Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga sebanyak 2 kali di tahun depan, menjadi 4%.

"Kami percaya bahwa tekanan eksternal, terutama dengan berlanjutnya penguatan dolar AS, akan menguji sikap dovish BI pada tahun 2022," kata Fitch Solutions dalam risetnya.
Artinya, MAS maupun BI berpeluang sama-sama mengetatkan kebijakan moneter, sehingga keunggulan yield Indonesia bisa dijaga yang membuat rupiah perkasa.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kurs Dolar Singapura Pagi Jeblok Siang Naik, Ini Penyebabnya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular