Sentimen Pasar Pekan Depan

Banyak Sentimen Bermunculan, Bos The Fed Bisa Lengser?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
21 November 2021 18:45
Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Jacquelyn Martin)
Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Jacquelyn Martin)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencetak rekor tertinggi sepanjang masa pada perdagangan Jumat (19/11), sekaligus membukukan penguatan 2 pekan beruntun. Harga obligasi (Surat Berharga Negara/SBN), juga mencatat penguatan, hanya rupiah yang stagnan di pekan ini.

Di pekan depan, beberapa faktor akan mempengaruhi pergerakan pasar finansial dalam negeri, salah satu yang paling penting yakni kemungkinan digantinya ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) yang saat ini dijabat Jerome Powell. Faktor-faktor yang mempengaruhi pasar pekan depan akan dibahas pada halaman 2 dan 3.

IHSG sukses membukukan penguatan 1,04% ke 6.720,263 sepanjang pekan ini. Sementara rekor tertinggi sepanjang masa, sedikit saja di atasnya yakni 6.720,988.


Dari pasar obligasi, SBN semua tenor mengalami kenaikan harga yang terlihat dari turunnya imbal hasil (yield).

Pergerakan harga obligasi berbanding terbalik dengan yield. Ketika harga naik maka yield akan turun, begitu juga sebaliknya.

Berikut pergerakan yield SBN sepanjang pekan ini.

Sementara itu rupiah stagnan di Rp 14.235/US$, sebelumnya sempat berfluktuasi dengan menguat ke Rp 14.180/US$, kemudian melemah di Rp 14.270/US$.

Kabar baik datang dari dalam negeri di pekan ini. Bank Indonesia (BI) melaporkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) membukukan surplus sebesar US$ 10,7 miliar pada kuartal III-2021. Jauh membaik ketimbang kuartal sebelumnya yang defisit US$ 0,4 miliar.

"Kinerja NPI tersebut ditopang oleh transaksi berjalan yang mencatat surplus, berbalik dari triwulan sebelumnya yang tercatat defisit, serta surplus transaksi modal dan finansial yang makin meningkat," sebut keterangan tertulis BI, Jumat (19/11/2021).

Transaksi berjalan pada kuartal III-2021 mencatat surplus US$ 4,5 miliar atau 1,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Juga membaik ketimbang kuartal sebelumnya yang minus US$ 2 miliar (0,7% PDB).

Surplus di kuartal III-2021 tersebut menjadi yang tertinggi sejak kuartal IV-2009.

Kinerja transaksi berjalan terutama dikontribusikan oleh surplus neraca barang yang makin meningkat, didukung oleh kenaikan ekspor non-migas sejalan dengan masih kuatnya permintaan dari negara mitra dagang dan berlanjutnya kenaikan harga komoditas ekspor utama di pasar internasional.

Transaksi berjalan menjadi faktor yang begitu krusial dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil.

Stabilitas rupiah sangat penting karena memberikan kenyamanan investor asing untuk berinvestasi di dalam negeri. Sebab, risiko kerugian akibat kurs menjadi minim.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Pasar Pekan Depan

Untuk pekan depan, dari dalam negeri akan minim sentimen. Tetapi yang bisa menjadi perhatian adalah kemungkinan diumumkannya pengetatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) di Indonesia sudah terkendali. Namun pemerintah mengantisipasi kembali terjadinya lonjakan di akhir tahun ini. Oleh karena itu pemerintah rencananya akan menerapkan PPKM level 3 di seluruh wilayah Indonesia mulai 24 Desember hingga 2 Januari.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengatakan kemungkinan besar akan mengumumkan ketentuan PPKM level 3, 22 November.

"Pertemuan yang melibatkan banyak orang juga akan ditiadakan," kata Muhadjir, dalam rilisnya pekan ini.

Muhadjir menegaskan bahwa kebijakan PPKM level 3 yang akan diterapkan menjelang akhir tahun itu sedikit berbeda dengan kebijakan PPKM level 3 yang diterapkan saat ini.
"Kurang lebih sama, ada sedikit tambahan," katanya.

Untuk syarat perjalanan selama periode libur Natal-Tahun Baru nantinya akan diatur oleh Menteri Perhubungan (Menhub) dan Kapolri. Saat ini penyusunan syarat-syarat yang dimaksud masih dalam koordinasi secara intensif.

Muhadjir memastikan tidak akan ada penyekatan, tetapi masyarakat disarankan tidak bepergian kecuali untuk tujuan yang sangat penting. Pemerintah juga melarang pesta tahun baru, pesta kembang api dan pawai pada saat malam tahun baru mendatang.

Sementara dari luar negeri sentimen cukup banyak. Yang pertama dari Eropa yang akan merilis data aktivitas manufaktur yang dilihat dari purchasing managers' index (PMI). Benua Biru sedang mengalami lonjakan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) sehingga bagaimana sektor manufakturnya akan menjadi perhatian.

Jerman, negara dengan nilai perekonomian terbesar di Eropa menjadi sorotan, sebab kasus Covid-19 mencatat rekor tertinggi selama pandemi di pekan ini.

Pada 18 November mencatat penambah kasus sebanyak 64.164 orang, tertinggi sepanjang pandemi. Jumlah tersebut naik nyaris 10 kali lipat ketimbang satu bulan lalu saat penambahan kasus masih di bawah 7.000 orang per hari.

Hasil polling Reuters menunjukkan PMI maanufaktur Jerman di bulan November turun menjadi 56,7 dari bulan sebelumnya 57,8. Penurunan lebih tajam dari prediksi tersebut tentunya akan berdampak negatif ke pasar finansial global, yang akan mempengaruhi pasar finansial Indonesia.

Kemudian dari Amerika Serikat (AS) akan dirilis data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2021 rilis kedua, yang diprediksi naik menjadi 2,1% dari rilis pertama sebesar 2%.

Yang paling menjadi perhatian adalah rilis data inflasi versi personal consumption expenditure (PCE), sebab menjadi acuan bank sentral AS (The Fed) dalam menetapkan suku bunga.

Inflasi inti PCE diprediksi tumbuh 4,1% year-on-year (YoY) di bulan Oktober, jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya 3,6% YoY yang merupakan level tertinggi dalam 30 tahun terakhir.

Kenaikan inflasi tersebut akan menguatkan ekspektasi kenaikan suku bunga yang agresif di tahun depan, yang bisa memberikan tekanan bagi IHSG, rupiah hingga SBN.

Selain itu, rilis notula rapat kebijakan moneter The Fed juga akan memberikan gambaran lebih jelas bagaimana outlook kebijakan yang akan diambil setelah resmi melakukan tapering di bulan ini.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Ketua The Fed, Jerome Powell, Bakal Lengser? 

Yang paling menyita perhatian di depan depan yakni kemungkinan digantinya ketua The Fed, Jerome Powell.

Masa kepemimpinan Powell akan berakhir di bulan Februari tahun depan, Presiden AS Joe Biden bisa memilihnya kembali untuk melanjutkan ke periode kedua.

Powell masih menjadi favorit untuk melanjutkan kepemimpinannya. Namun, Biden saat ini sudah mewawancarai Powell dan salah satu kandidat lainnya Lael Brainard, wanita yang sudah menjabat dewan gubernur The Fed sejak 2014.

Keputusan apakah Powell akan diganti atau tidak bisa terjadi di pekan depan, dan bisa memberikan dampak signifikan ke pasar finansial, volatilitas pun diperkirakan akan meningkat.

Brainard dianggap lebih dovish ketimbang Powell, artinya jika dia ditunjuk besar kemungkinan The Fed akan mempertahan suku bunga rendah lebih lama.

Untuk saat ini, di bawah kepemimpinan Powell, pasar melihat The Fed akan mulai menaikkan suku bunga di semester II tahun depan.

"Anda akan melihat pasar saham menguat dalam 10 menit pertama jika Brainard yang terpilih, dan lebih dari 10 menit reaksi di pasar obligasi," kata Peter Boockvar, kepala investasi di Bleakley Global Advisors, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (18/11).

Sementara itu, Jeff Schulze, ahli strategi investasi di ClearBridge Investments mengatakan pasar akan menguat memasuki 2022 jika ada perubahan pimpinan The Fed.

"Jika ada perubahan di pucuk pimpinan The Fed, saya pikir pasar akan terus menguat hingga ke 2022," katanya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular