Tertekan Sepanjang Hari, IHSG Berakhir di Zona Merah

Tri Putra, CNBC Indonesia
18 November 2021 15:37
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) konsisten bergerak di zona merah dan ditutup melemah 0,59% ke level 6.636,47 pada perdagangan Kamis (18/11/2021).

Sejak perdagangan dibuka, IHSG dibuka melemah 0,33% ke level 6.653,70. Indeks bergerak di rentang terendahnya di 6.621,69 dan tertinggi di 6.669,79 pada perdagangan intraday.

Ketika IHSG terjerembab di zona merah, sebanyak 237 saham menguat, 265 saham melemah dan 160 saham stagnan.

Nilai transaksi mencapai Rp 11,98 triliun dan asing tercatat membukukan net sell sebesar Rp 446,67 miliar di pasar reguler.

Saham yang paling banyak dilepas asing adalah saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan net sell masing-masing sebesar Rp 251,2 miliar dan Rp 27 miliar.

Sedangkan saham yang banyak dibeli asing adalah saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dengan net buy masing-masing sebesar Rp 26,2 miliar dan Rp 20,4 miliar.

Wall Street yang melemah tentunya memberikan sentimen negatif ke bursa saham Asia pada perdagangan hari ini, termasuk ke IHSG. Apalagi, kenaikan inflasi juga disoroti Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai salah satu ancaman yang dihadapi Indonesia.

Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, China, Eropa, Meksiko dan Korea Selatan mengalami kenaikan harga di tingkat produsen sehingga menyebabkan inflasi tinggi. Indonesia juga alami kenaikan, meskipun tidak signifikan.

Selain itu, tingginya inflasi akan memicu kenaikan suku bunga, salah satunya bank sentral AS (The Fed) yang tentunya akan memberikan dampak signifikan ke pasar finansial global termasuk Indonesia. Saat ini pelaku pasar melihat peluang kenaikan yang agresif di tahun depan.

Dari dalam negeri, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan suiku bunga acuan BI 7 day reverse repo rate di 3,5% sesuai dengan perkiraan consensus.

Dengan inflasi yang rendah dan nilai tukar rupiah yang cenderung stabil meski The Fed sudah melakukan tapering, maka tekanan bagi BI untuk menaikkan suku bunga bisa dikatakan nihil.

Bagaimanapun juga suku bunga rendah masih diperlukan untuk membantu perekonomian Indonesia bangkit lagi setelah melambat di kuartal III-2021 lalu.

James Sweeney, kepala ekonom di Credit Suisse mengatakan BI akan menaikkan suku bunga di tahun depan guna mencegah terjadinya capital outflow dan menjaga stabilitas rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular