
BI Bisa Naikkan Suku Bunga Lebih Dulu, Dolar Australia Jeblok

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Australia kembali merosot melawan rupiah dalam 2 hari terakhir hingga menyentuh level terendah 6 pekan. Bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) yang menegaskan sikap super dovish membuat mata uangnya terus melemah.
Melansir data Refinitiv, dolar Australia pagi ini melemah 0,34% ke Rp 10.350/AU$ di pasar spot, setelah merosot 0,53% kemarin. Level tersebut merupakan yang terendah sejak 7 Oktober lalu.
Kemarin gubernur bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA), Philip Lowe, kembali bersikap super dovish. Sikap tersebut membuat dolar Australia jeblok hingga 6 hari beruntun sebelum mulai bangkit sejak Jumat pekan lalu.
Dalam acara Australian Business Economists Webinar hari ini Lowe kembali menegaskan pernyataannya dua pekan lalu yang membuat dolar Australia jeblok, yakni tidak akan menaikkan suku bunga di tahun depan. Sejak menyatakan hal tersebut pada pengumuman kebijakan moneter 2 November lalu, dolar Australia sudah merosot lebih dari 3%.
"Saya ingin mengulangi apa yang saya katakan dua pekan lalu, yakni, data dan proyeksi terbaru tidak menjamin kenaikan suku bunga di 2022," kata lowe sebagaimana dilansir ABC News, Selasa (16/11)
Lowe mengatakan para anggota dewan RBA masih bersabar, bahkan ada kemungkinan suku bunga tidak dinaikkan hingga 2024.
"Masih sangat mungkin kenaikan suku bunga pertama tidak akan terjadi sebelum 2024" tambahnya.
Dengan proyeksi tersebut, RBA akan jauh lebih lambat menaikkan suku bunga ketimbang Bank Indonesia (BI). Gubernur BI, Perry Warjiyo dan kolega mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) mulai hari ini hingga besok.
Sejak pandemi penyakit virus corona (Covid-19) melanda, BI sudah memangkas suku bunga sebesar 150 basis poin menjadi 3,5% yang merupakan rekor terendah dalam sejarah.
Hasil polling Reuters menunjukkan BI diperkirakan akan menahan suku bunga, dan baru akan menaikkan sebesar 25 basis poin pada akhir tahun 2022.
Jika BI lebih dulu menaikkan suku bunga, maka selisih yield akan semakin melebar dan menguntungkan bagi rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022
