Ambles 11% dalam 5 Hari, Harga Batu Bara Akhirnya Bangkit!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 November 2021 07:19
Bongkar muat batu bara di China. (REUTERS/ALY SONG)
Foto: Bongkar muat batu bara di China. (REUTERS/ALY SONG)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara akhirnya naik pada perdagangan kemarin. Kenaikan ini jadi yang pertama dalam enam hari perdagangan terakhir.

Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup di US$ 151,25/ton. Melesat 3,77% dibandingkan hari sebelumnya.

Harga si batu hitam mengalami technical rebound setelah turun selama lima hari perdagangan beruntun. Dalam lima hari tersebut, harga ambles 11,13%.

Koreksi harga yang sudah sedemikan parah membuat investor kembali melirik batu bara. Aksi borong membuat harga kontrak batu bara bergerak ke utara.

Halaman Selanjutnya --> Sentimen Negatif Selimuti Batu Bara

Harga batu bara mengalami tekanan berat akhir-akhir ini. Kenaikan harga yang luar bisa tajam membuat komoditas ini rentan terserang aksi ambil untung (profit taking).

Selain itu, hasil Konferensi Iklim di Glasgow (Skotlandia) menjadi sentmen negatif bagi batu bara. Dalam konferensi tersebut, negara-negara peserta sepakat untuk mengurangi secara bertahap (phase down) penggunaan pembangkit listrik bertenaga batu bara atau Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

"Aktivis perubahan iklim pasti akan melihat COP26 sebagai kejatuhan batu bara. Namun kami melihat ini sebagai kesepakatan kecil untuk mengurangi permintaan energi fosil," ujar John Miller, Analis Cowen, seperti dikutip dari Reuters.

Harga saham emiten produsen batu bara di Indonesia pun berjatuhan. Pada perdagangan awal pekan, harga saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) anjlok 5,71%, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) anjlok 4,45%, dan PT Indika Energy Tbk (INDY) ambrol 6,92%.

Akan tetapi, sejumlah kalangan menilai sentimen negatif ini hanya bersifat sementara. Sebab, batu bara tetap masih dibutuhkan. Pemakaian batu bara tidak berarti hilang begitu saja.

"Kenyataannya adalah batu bara tetap akan dipakai, mungkin hingga dekade mendatang. Batu bara masih menjadi mesin uang," tegas Mathan Somasundaram, CEO Deep Data Analysis yang berbasis di Sydney (Australia), seperti diwartakan Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular