Review

Sengit! Ini Klaster-klaster Baru 'Raksasa' Digital RI

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
16 November 2021 06:32
Sepanjang tahun 2021 jumlah transaksi digital melalui e-channel Bank BRI menembus 5,7 Milyar transaksi.
Foto: Sepanjang tahun 2021 jumlah transaksi digital melalui e-channel Bank BRI menembus 5,7 Milyar transaksi. (Foto: ist)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan besar teknologi di Indonesia masih berpotensi tumbuh secara anorganik dengan melakukan merger maupun akuisisi untuk melengkapi ekosistem bisnisnya.

Klaster raksasa digital ini terungkap dalam publikasi riset PT Syailendra Capital bertajuk Syailendra Market Insight. Sebanyak lima perusahaan besar itu antara lain, GoTo, Sea Group, Grab, Emtek, dan Grup Djarum.

Lima grup ini terus melengkapi ekosistem bisnis digital sebagai new economy yang terdiri dari enam lini bisnis utama, yakni e-commerce, financial, streaming, logistik, food delivery dan fresh product.

Keberadaan mereka dinilai bisa menjadi pesaing bagi emiten kakap di pasar modal tanah air.

Dari kelima grup tersebut, hanya GoTo grup yang sudah memenuhi semuanya. Misalnya, untuk e-commerce mereka memiliki PT Tokopedia, PT Bank Jago Tbk (ARTO) di bisnis finansial.

Lalu ada Go-Play di bisnis streaming, Go-Send dan Anteraja untuk logistik, Go-Food di bisnis pengantaran makanan dan Hypermart, yang dikelola emiten Grup Lippo, PT Matahari Putra Prima Tbk (MPAA), untuk fresh product.

Sementara itu, Grup Djarum tercatat sudah memiliki Blibli, Blu yakni platform bank digital milik PT Bank Digital BCA, Mola TV di bisnis streaming dan Ranch Market di bisnis fresh product setelah mengakuisisi perusahaan pengelolanya, PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC).

Syailendra Market Insight periode 24 September 2021Foto: Syailendra Market Insight periode 24 September 2021
Syailendra Market Insight periode 24 September 2021

Perkembangan terbaru, Grup Djarum, melalui PT Global Digital Niaga (GDN) bakal melangsungkan penawaran tender wajib (tender offer) setelah perseroan mengakuisisi perusahaan pengelola RANC tersebut.

Berdasarkan prospektus yang disampaikan, penawaran tender wajib dilakukan atas saham-saham RANC yang dimiliki oleh pemegang saham yang berhak dengan jumlah sebanyak-banyaknya 766.598.872 saham dengan nilai nominal Rp 100 per saham atau seluruhnya sekitar Rp 49% dari modal ditempatkan dan disetor penuh RANC.

"Harga penawaran tender wajib adalah sebesar Rp 2.550 per saham dan oleh karenanya nilai penawaran tender wajib adalah sebanyak-banyaknya sebesar Rp 1.954.827.123.600," tulis prospektus tersebut, Senin (15/11/2021).

Meski hampir memiliki seluruh ekosistem bisnis digital, Grup Djarum masih memiliki gap di bisnis logistik dan food delivery.

Lainnya, Sea Group asal Singapura, saat ini sudah memiliki Shopee, PT Seabank Indonesia, Shopee Express dan Shopee Food. Mereka belum memiliki bisnis streaming dan fresh product.

Menurut Bachtiar Arief Nugroho, Head of Digital Business Unit PT Syailendra Capital, salah satu perusahaan manajer investasi yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tren adanya ekosistem ini pula yang membuat banyak platform digital investasi yang berlomba untuk menjadi super apps.

Aplikasi yang di dalamnya ada seluruh kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat terutama kaum milenial.

"Kita tahu banyak yang berlomba-lomba menjadi super apps. Ya kalau bisa kebutuhan semua org itu ada di satu aplikasi. Tinggal satu kali klik, orang bisa berinvestasi, berbelanja, menabung, membeli asuransi dan sebagainya," ujarnya dalam program InvesTime CNBC Indonesia, belum lama ini.

Namun, ia menyebutkan, menjadi super apps itu tidak mudah dan tidak bisa cepat. Oleh karenanya, salah satu caranya untuk menjadi super apps adalah platform investasi perlu bekerjasama dengan e-commerce atau marketplace.

"Jadi menurut saya perlu dan itu harus (kolaborasi dengan marketplace). Kolaborasi akan mempercepat agar aplikasi bisa memenuhi semua kebutuhannya. Misalnya Tokopedia, dia ada produk kita di sana. Kalau ngga ada kolaborasi user Tokopedia tidak bisa berinvestasi. Sekarang user Tokopedia bisa berinvestasi di kita hanya dalam satu aplikasi itu saja," jelasnya.

NEXT: Masih Ada Ekosistem Grup Lainnya

Di sisi lain, Grab dari Singapura juga tengah menciptakan ekosistemnya. Saat ini mereka sudah ditopang memiliki OVO, Grab Express, dan Grab Food. Namun mereka masih memiliki gap di bisnis e-commerce, streaming dan fresh product.

Sementara itu, Emtek Grup (PT Elang Mahkota Teknologi Tbk/EMTK) juga terus gencar berinvestasi di bisnis digital.

Saat ini Grup Emtek menjadi pemegang saham terbesar di PT Bukalapak Tbk (BUKA), DANA di bisnis finansial dan dompet digital, dan Vidio untuk bisnis streaming. Namun, masih ada gap di bisnis logistik, pengantaran makanan dan fresh produt.

Bertambah lagi mereka juga sudah punya rumah sakit PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk (SAME), pengelola Omni Hospitals, dan PT Kedoya Adyaraya Tbk (RSGK), pengelola RS Grha Kedoya, yang baru diakuisisi. 

Awal November ini, Corporate Secretary Emtek, Titi Maria Rusli, bahkan mengungkapkan Emtek akan punya lini baru yakni via perusahaan yang didirikan oleh publik figur Raffi Ahmad, RANS Entertaintment.

Emtek akan berinvestasi di perusahaan tersebut. Berdasarkan penjelasan di Bursa Efek Indonesia (BEI), Titi Maria Rusli, mengatakan Emtek akan berinvestasi melalui entitas anak, PT Indonesia Entertainment Grup, anak usaha dari PT Surya Citra Media Tbk (SCMA).

Rencana investasi akan dilakukan melalui penyetoran untuk penerbitan saham baru kepada RANS Enterntainment sebesar Rp 248 miliar secara bertahap untuk kepemilikan saham berkisar 17% pada RANS Entertainment. Transaksi ini bukan transaksi material dan tidak memenuhi batasan nilai berdasarkan POJK No.17 Tahun 2020.

Selain Grab dan Emtek, konglomerasi CT Corp milik pengusaha nasional Chairul Tanjung juga ikut bagian menciptakan ekosistem bisnis digital.

Perusahaan sudah mengakuisisi bank digital, PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI), yang sebelumnya bernama PT Bank Harda Internasional Tbk, bank kecil asal Bandung. Akuisisi ini resmi rampung pada 15 Maret 2021.

Mega Corpora mengambilalih saham Bank Harda yang dimiliki PT Hakimputra Perkasa sebanyak 3.084.461.000 saham atau sebesar 73,71% dari modal ditempatkan dan disetor penuh BBHI melalui transaksi pada pasar negosiasi di Bursa Efek.

Harga pengambilalihan oleh Mega Corpora saat itu sebesar Rp149,36 per saham, sehingga total harga pengambilalihan sebesar Rp460,70 miliar.

Selain bank digital, CT Corp saat ini sudah mempunyai lini bisnis fresh product Transmart dan di sektor keuangan PT Bank Mega Tbk (MEGA).

Ke depan, tren merger maupun akuisisi untuk menciptakan ekosistem masih terbuka. "Hal ini menjadi peluang bagi investor mengingat kinerja saham yang meningkat signifikan apabila akuisisi dilakukan terhadap perusahaan publik," tulis riset tim Syailendra.

Sebelumnya, Managing Partner IndoGen Capital, Chandra Firmanto, menambahkan ramainya penciptaan ekosistem yang diwarnai dengan akuisisi adalah wajar lantaran besarnya potensi investasi di Indonesia bagi investor asing.

"Kalau kita bicara potensi di industri, dan pengembangan sampai mana, itu Indonesia sangat seksi, saat ini terlihat sektor yang ramai dimanfaatkan orang yakni konsumer, makanya kita bicara konsumer,habis itu ride-hailing, dan digital banking. Inilah yang lagi dibangun oleh para startup unicorn ini," katanya.

Dia mengatakan memang terlihat mapping persaingan dari digital banking yang tengah dituju para unicorn ini.

Misalnya ekosistem yang ingin diciptakan oleh GoTo bersama Bank Jago, lalu Grup Emtek bersama Bukalapak dan Grab, kemudian PT Bank Seabank Indonesia yang disokong oleh Sea Ltd, investor Shopee.

Belum lagi ditambah dengan kehadiran Akulaku di Bank NeoCommerce (BBYB), Kredivo di PT Bank Bisnis International Tbk(BBSI), dan potensi grup lainnya yang tengah bersiap-siap masuk.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular