
Asing Keluar, Ini 5 Saham yang Paling Banyak di Obral

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup terkoreksi pada perdagangan Senin (15/11/2021), meskipun sentimen pasar di dalam negeri cenderung positif, di mana neraca perdagangan Indonesia pada Oktober lalu kembali mencatatkan surplus.
Indeks bursa saham acuan nasional tersebut ditutup melemah 0,53% ke level 6.616,03. IHSG sempat dibuka menguat di awal perdagangan. Namun selang tak berapa lama, indeks berbalik arah hingga penutupan perdagangan hari ini.
Pada perdagangan intraday hari ini, IHSG bergerak di rentang terendahnya 6.615,55 dan tertingginya 6.675,59.
Data perdagangan mencatat nilai transaksi hari ini kembali naik menjadi Rp 11,99 triliun. Sebanyak 186 saham menguat, 356 saham melemah dan 134 lainnya stagnan. Investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 604 miliar di pasar reguler.
Asing tercatat melepas dua saham perbankan yang juga sebagai saham berkapitalisasi pasar besar (big cap) pada hari ini, yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
Selain melepas BBRI dan BBCA, asing juga tercatat melepas tiga saham emiten batu bara, yakni PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO).
Asing juga melepas saham emiten poultry atau peternakan unggas yakni saham PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN).
Berikut saham-saham yang dilepas oleh investor asing pada hari ini.
![]() |
Sedangkan dari pembelian bersih, asing tercatat mengoleksi satu saham big cap yakni PT Astra International Tbk (ASII).
Selain itu, asing juga mengoleksi saham emiten produsen kertas PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP), saham emiten media PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN), saham emiten ritel fesyen PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), dan saham emiten leasing PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN).
Adapun saham-saham yang dikoleksi oleh investor asing pada hari ini adalah:
![]() |
Mengawali pekan ini, IHSG kembali melemah setelah di akhir pekan lalu ditutup dengan koreksi 0,6%. Ada indikasi profit taking masih berlanjut. Maklum saja, IHSG sudah sempat menyentuh level All Time High (ATH), sehingga koreksi wajar memang diperlukan.
Sentimen seputar inflasi di Amerika Serikat (AS) dan China memang masih menjadi kecemasan tersendiri. Salah satu penyebab kenaikan inflasi di berbagai negara di belahan dunia adalah kenaikan harga komoditas.
Namun sebagai negara eksportir komoditas, naiknya harga dan permintaan justru menguntungkan karena dapat meningkatkan ekspor. Di sisi lain mobilitas yang terbatas membuat impor tak akan naik signifikan. Alhasil Indonesia berhasil mencatatkan surplus dari pos perdagangan internasional.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekspor Indonesia tumbuh 53,35% secara tahunan (year-on-year/yoy) dan impor naik 51,06% yoy, membuat neraca dagang RI surplus US$ 5,7 miliar bulan lalu. Tren surplus neraca dagang masih berlanjut jelang pengujung tahun 2021.
Surplus neraca dagang diharapkan bakal menjadi modal untuk memperbaiki transaksi berjalan RI yang selama ini tekor. Perbaikan transaksi berjalan diharapkan mampu membuat rupiah lebih kuat dan stabil.
Stabilitas rupiah setidaknya menjadi modal yang akan membuat investor asing melirik aset-aset keuangan dalam negeri karena mata uang yang stabil membuat risiko berinvestasi di suatu negara menjadi lebih minim.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Lesu Lagi, Asing Borong BBCA-TLKM & Lepas BUKA-ISAT