China Bikin Lega, Dolar Australia Bangkit Lawan Rupiah

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 November 2021 11:30
An Australia Dollar note is seen in this illustration photo June 1, 2017. REUTERS/Thomas White/Illustration
Foto: Dolar Australia (REUTERS/Thomas White)

Jakarta, CNBC Indonesia - China pada pekan lalu membuat pasar cemas akan kemungkinan terjadinya stagflasi, tetapi hari ini sedikit membuat lega. Dolar Australia yang selama ini tertekan melawan rupiah pun mulai bangkit.

China merupakan mitra dagang utama Australia. Kabar baik dari Negeri Tiongkok akan berdampak positif ke dolar Australia.

Melansir data Refinitiv, pada Senin (15/11) pagi dolar Australia menguat 0,14% ke Rp 10.449,87/AU$ di pasar spot. Pada Jumat pekan lalu, Mata Uang Negeri Kanguru ini menyentuh Rp 10.354,54/AU$, level terendah dalam satu bulan terakhir, sebelum berbalik menguat 0,37%. Penguatan tersebut sekaligus mengakhiri penurunan 6 hari beruntun.

Dolar Australia mulai jeblok melawan rupiah sejak Selasa (2/11) saat bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) mengumumkan kebijakan moneter.

RBA bersikap sangat dovish dengan mengesampingkan peluang kenaikan suku bunga di tahun depan, padahal inflasi di Australia sedang tinggi.

"Data dan proyeksi terbaru tidak menjamin kenaikan suku bunga di tahun 2022. Dewan gubernur masih bersabar," kata Gubernur RBA Philip Lowe, saat pengumuman kebijakan moneter, sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (2/11).

Sejak pengumuman tersebut hingga Jumat lalu dolar Australia jeblok lebih dari 2,6% melawan rupiah.

Kecemasan akan terjadinya stagflasi di China juga memberikan dampak negatif bagi dolar Australia. Stagflasi merupakan stagnannya pertumbuhan ekonomi dibarengi dengan inflasi yang tinggi.

Pemerintah China pekan lalu melaporkan inflasi yang dilihat dari consumer price index (CPI) naik 1,5% year-on-year (YoY) di bulan Oktober, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 0,7% YoY serta dibandingkan hasil polling Reuters terhadap para ekonom yang memprediksi 1,4% YoY.

Yang paling membuat cemas adalah inflasi dari sektor produsen (producer price index/PPI) yang meroket 13,5% YoY, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 10,7%. PPI di bulan Oktober tersebut menjadi yang tertinggi dalam lebih dari 26 tahun terakhir.

Ketika inflasi di produsen tinggi, maka ada risiko inflasi CPI juga akan melesat dalam beberapa bulan ke depan. Sebab, produsen kemungkinan besar akan menaikkan harga jual produknya.

"Kami khawatir inflasi di sektor produsen akan berdampak pada inflasi konsumen," kata Zhiwei Zhang, kepala ekonom di Pinpoint Asset Management, dalam sebuah catatan yang dikutip Reuters.

"Risiko terjadinya stagflasi terus meningkat" tambah Zhiwei.

Kecemasan akan terjadinya stagflasi sedikit mereda hari ini.

Biro Statistik China pagi ini melaporkan penjualan ritel tumbuh 4,9% YoY, lebih tinggi dari hasil polling Reuters yang memprediksi kenaikan sebesar 3,5% YoY. Produksi Industri juga dilaporkan naik 3,5% YoY, lebih tinggi dari prediksi 3% YoY.

Alhasil, dolar Australia mampu bangkit melawan rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular