Inflasi China 'Gila-gilaan', Indonesia Bisa Kena Dampaknya?

Tommy Sorongan, CNBC Indonesia
12 November 2021 06:22
Warga China mulai menimbun kubis untuk musim dingin. (REUTERS/THOMAS PETER)
Foto: Warga China mulai menimbun kubis untuk musim dingin. (REUTERS/THOMAS PETER)

Krisis energi yang sedang berlangsung juga merupakan kontributor utama kenaikan inflasi harga produsen, karena biaya penambangan dan pemrosesan batu bara telah meningkat.

Negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu telah tumbuh pada laju paling lambat dalam setahun karena krisis energi, gangguan pengiriman, dan krisis properti yang semakin dalam akibat gagal bayar sejumlah 'raksasa' properti Evergrande dan kawan-kawannya.

Meningkatnya inflasi di dalam negeri juga memicu kekhawatiran global. Menurut Ken Cheung, Kepala Strategi Valuta Asing Asia untuk Mizuho Bank, inflasi produsen yang melonjak "mendorong tekanan ke atas pada inflasi global," mengingat peran China sebagai pabrik dunia dan pentingnya bagi rantai pasokan global.

Inflasi produsen juga kemungkinan akan tetap tinggi "untuk sementara, kemungkinan sepanjang musim dingin ini," kata Jing Liu, Ekonom Senior untuk China Daratan di HSBC, dilansir CNN.

Dia menambahkan bahwa harga energi juga dapat terus meningkat, dan memperkirakan inflasi konsumen dapat terus meningkat.

Di Indonesa, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data inflasi Indonesia periode Oktober 2021. Hasilnya juga tidak jauh dari ekspektasi pasar. Pada Senin (1/11/2021), BPS melaporkan terjadi inflasi 0,12% pada Oktober 2021, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,66, dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Ini membuat inflasi tahunan (year-on-year/yoy) menjadi 1,66%.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan terjadi inflasi 0,09% mtm. Sementara inflasi tahunan diperkirakan 1,63%. Kemudian inflasi inti 'diramal' 1,36% yoy.

Bank Indonesia (BI) dalam Survei Pemantauan Harga (SPH) pekan III memperkirakan inflasi pada Oktober 2021 sebesar 0,08% mtm. Ini membuat inflasi tahun kalender (year-to-date/ytd) menjadi 0,88% dan inflasi tahunan 1,62%.

"Perkembangan harga beberapa komoditas pada Oktober 2021 secara umum menunjukkan adanya kenaikan," kata Margo Yuwono, Kepala BPS, dalam jumpa pers secara virtual.

Dari 90 kota IHK, 68 kota mengalami inflasi dan 22 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Sampit sebesar 2,06% dengan IHK sebesar 109,30 dan terendah terjadi di Banyuwangi dan Sumenep masing-masing sebesar 0,02% dengan IHK masing-masing sebesar 104,64 dan 106,21.

Sementara deflasi tertinggi terjadi di Kendari sebesar 0,70% dengan IHK sebesar 107,98 dan terendah terjadi di Bengkulu sebesar 0,02% dengan IHK sebesar 105,89.

(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular