
Nah Lho, Harga Minyak Ambles 3% Lebih! Kenapa Nih?

Selain itu, rilis data inflasi di Amerika Seirkat (AS) juga menjadi beban buat harga minyak. Malam tadi waktu Indonesia, US Bureau of Labor Statistics mengumumkan data inflasi di Negeri Paman Sam. Pada Oktober 2021, terjadi inflasi 6,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Ini adalah yang tertinggi sejak November 1990.
Data ini langsung membuat mata uang dolar AS bergairah. Pada pukul 07:40 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang dunia) melesat 0,97% ke 94,87.
Ini karena investor semakin yakin bahwa tekanan inflasi yang semakin terasa akan membuat bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) bakal mulai menaikkan suku bunga acuan tahun depan, setelah pengurangan pembelian aset (tapering) selesai. iming-iming bunga tinggi akan membuat aset-aset berbasis dolar AS menjadi menarik sehingga menjadi primadona di pasar.
Nah, harga minyak dan dolar punya hubungan berbanding terbalik. Saat dolar AS berjaya, semestinya minyak yang merana.
Ini karena minyak adalah aset yang dibanderol dalam dolar AS. Ketika dolar AS terapresiasi, minyak jadi lebih mahal buat investor yang memegang mata uang lain. Permintaan minyak turun, harga pun mengikuti.
"Ada kekhawatiran The Fed akan bertindak lebih agresif soal kenaikan suku bunga. Ini yang membuat dolar AS mengalami reli," kata Phil Flynn, Analis Senior di Price Futures Group, seperti diberitakan Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)