Analisis Teknikal

Bukannya Menakuti, Tapi Ada Kabar Buruk Bagi Rupiah Hari Ini

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
11 November 2021 07:19
muhammad sabqi
Attachments
3:47 PM (5 minutes ago)
to redaksi, me

   
Translate message
Turn off for: Indonesian
Barang bukti uang palsu ditunjukkan saat press release pengungkapan kejahatan uang palsu di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis, 23/10/2021. Karopenmas Mabes Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan pengungkapan tindak pidana ini dilakukan di wilayah Jabodetabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Polisi mengamankan uang palsu pecahan Rp 100.000. Selain mata uang rupiah, ada juga ratusan lembar mata uang dolar. Selain uang polisi juga mengamankan sejumlah mesin cetak pencetak uang palsu. Tersangka itu dijerat dengan Pasal 244 KUHP dan atau Pasal 245 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP untuk mata uang asing. Serta pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), pasal 37 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang jo 55 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun penjara (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Pengungkapan kejahatan uang palsu (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Isu stagflasi membuat rupiah melemah tipis 0,07% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.250/US$ Rabu kemarin. Tekanan bagi rupiah semakin membesar pada hari ini, Kamis (11/11), akibat semakin tingginya risiko terjadinya stagflasi. 

Stagflasi merupakan stagnanya pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan tingginya inflasi. Kecemasan akan terjadinya stagflasi semakin menguat setelah rilis data inflasi China. 

Meski risiko stagflasi di Indonesia masih kecil, mengingat inflasi di Indonesia masih rendah, tetapi jika hal tersebut terjadi di China maka dampaknya akan terasa ke dalam negeri. Apalagi, Indonesia juga banyak mengimpor dari China.

Kecemasan akan stagflasi semakin meningkat selelah Amerika Serikat (AS) kemarin malam melaporkan CPI bulan Oktober melesat 6,2% YoY, menjadi kenaikan terbesar sejak Desember 1990. Sementara inflasi CPI inti tumbuh 4,6%, lebih tinggi dari ekspektasi 4% dan tertinggi sejak Agustus 1991.

Tingginya inflasi di AS tersebut membuat yield obligasi AS (Treasury) melesat 13 basis poin, memicu meroketnya indeks dolar AS hingga 1% ke 94,868 yang merupakan level tertinggi sejak Juli tahun lalu. Kenaikan kedua aset tersebut menjadi kabar buruk bagi rupiah hari ini. 

Secara teknikal, belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan meski rupiah melemah kemarin. Rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih tertahan rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50) di kisaran Rp 14.220/US$ hingga Rp 14.200/US$.

Peluang penguatan rupiah masih ditopang pola Shooting Star yang dibentuk pada Jumat (5/11). Pola ini merupakan sinyal reversal atau berbalik arahnya harga suatu aset. Dalam hal ini dolar AS melemah dan rupiah yang menguat.

Selain itu indikator Stochastic pada grafik harian juga bergerak turun dari wilayah jenuh beli (overbought).

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Artinya, ketika USD/IDR mencapai overbought, maka kemungkinan akan berbalik turun, artinya rupiah berpeluang menguat di pekan ini.

Meski demikian, untuk menguat lebih lanjut rupiah harus menembus MA 50 secara konsisten, dengan target ke Rp 14.170/US$.

Sementara itu resisten terdekat berada di kisaran Rp 14.270/US$, jika ditembus rupiah berisiko melemah ke Rp 14.300/US$. Resisten selanjutnya berada di kisaran Rp 14.320/US$ hingga Rp 14.330/US$ yang berada di kisaran MA 100 dan 200.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Kabar Gembira di Awal 2023, Rupiah Siap Ngegas!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular