Bursa Asia Nyungsep Lagi, Hang Seng-IHSG Selamat
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia ditutup terkoreksi pada perdagangan Rabu (10/11/2021),karena investor merespons negatif dari data inflasi China pada periode Oktober 2021 yang dirilis pada pagi hari ini.
Hanya indeks Hang Seng Hong Kong dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mampu bertahan di zona hijau pada perdagangan hari ini. Hang Seng ditutup melesat 0,74% ke level 24.996,14 dan IHSG berakhir menguat 0,2% ke 6.683,145.
Sedangkan sisanya ditutup terkoreksi pada hari ini. Indeks Nikkei Jepang ditutup melemah 0,61% ke level 29.106,779, Shanghai Composite China terkoreksi 0,41% ke 3.492,46, Straits Times Singapura terpangkas 0,37% ke 3.231,32, dan KOSPI Korea Selatan ambruk 1,09% ke 2.930,17.
Indeks KOSPI memimpin pelemahan bursa utama Asia pada hari ini, karena diperberat oleh saham teknologi di Korea Selatan, mengikuti ambruknya saham Tesla setelah sang pendiri, Elon Musk berencana menjual saham produsen mobil listrik ternama di dunia tersebut.
Saham raksasa chip, Samsung Electronics dan SK Hynix masing-masing melemah 0,43% dan 0,46%, sementara pembuat baterai, LG Chem dan produsen mobil Hyundai Motor masing-masing ambles 3,90% dan 2,11%.
Tesla mengalami penurunan harga saham paling tajam dalam 14 bulan terakhir pada Selasa (9/11/2021) kemarin karena investor menjual saham di harga tinggi menjelang kemungkinan penjualan saham oleh CEO Tesla, Elon Musk.
Sementara itu dari China, Pemerintah setempat melaporkan inflasi yang dilihat dari consumer price index (CPI) atau indeks harga konsumen (IHK) naik 1,5% secara tahunan (year-on-year/YoY) di bulan Oktober, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 0,7% YoY serta dibandingkan hasil polling Reuters terhadap para ekonom yang memprediksi 1,4% YoY.
Yang paling membuat cemas adalah inflasi dari sektor produsen (producer price index/PPI) yang meroket 13,5% YoY, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 10,7%. PPI di bulan Oktober tersebut menjadi yang tertinggi dalam lebih dari 26 tahun terakhir.
Ketika inflasi di produsen tinggi, maka ada risiko inflasi CPI juga akan melesat dalam beberapa bulan ke depan. Sebab, produsen kemungkinan besar akan menaikkan harga jual produknya.
"Kami khawatir inflasi di sektor produsen akan berdampak pada inflasi konsumen," kata Zhiwei Zhang, kepala ekonom di Pinpoint Asset Management, dalam sebuah catatan yang dikutip Reuters.
Setelah rilis data inflasi Negeri Tirai Bambu pada hari ini, risiko stagflasi semakin besar.
Stagflasi adalah fenomena ekonomi di mana harga naik (inflasi tinggi), tetapi aktivitas bisnis mengalami stagnasi, yang menyebabkan tingginya pengangguran dan berkurangnya daya beli konsumen.
"Risiko terjadinya stagflasi terus meningkat," tambah Zhiwei.
Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), kontrak berjangka (futures) indeks saham AS terpantau terkoreksi, jelang rilis data inflasi AS periode Oktober dari sektor konsumen (IHK).
Investor akan memantau rilis data IHK AS pada periode bulan lalu, di mana data tersebut akan dirilis pada pukul 08:30 waktu AS atau pukul 20:30 WIB.
Ekonom dalam polling Reuters memperkirakan IHK Negeri Paman Sam pada Oktober akan bertambah sebesar 0,6%, dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Sedangkan secara tahunan, IHK AS diperkirakan bertambah sebesar 5,8%.
Pasar pun cemas dengan adanya peluang bahwa IHK AS yang baru akan dirilis pada malam nanti waktu Indonesia bakal menunjukkan adanya lonjakan signifikan.
Sebelumnya kemarin, indeks harga grosir per Oktober melesat 8,6% secara tahunan, menjadi rekor tertinggi dalam 11 tahun terakhir, menurut data Departemen Tenaga Kerja AS.
Kabar itu membalik rilis indeks harga produsen (producer price index/PPI) yang naik 0,6% secara bulanan, atau sesuai dengan ekspektasi ekonom dalam polling Dow Jones.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)