
Dolar Kurang 'Jamu Kuat', Saatnya Borong Emas!

Namun sepertinya ruang kebangkitan harga emas terbuka lebar. Sebab, nilai tukar mata uang dolar Amerika Serikat (AS) masih tertekan. Pada pukul 05:26 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,29%.
Harga emas dan dolar AS punya hubungan bernabding terbalik. Saat dolar AS lesu, maka emas justru melaju. Demikian pula sebaliknya.
Ini karena emas adalah aset yang dibanderol dalam dolar AS. Begitu mata uang Negeri Paman Sam melemah, maka emas enjadi lebih murah bagi investor yang memegang mata uang lain. Permintaan emas naik, harga pun terungkit.
Kebijakan bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang masih akomodatif membuat dolar AS kekurangan 'jamu kuat'. Pekan lalu, ketua Jerome 'Jay' Powell mengumumkan The Fed akan mulai mengurangi pembelian aset (tapering off) pada bulan ini. Pengurangan itu sebesar US$ 15 miliar, pesis seperti ekspektasi pasar.
Namun suku bunga acuan tetap bertahan rendah di dekat 0%. Powell menegaskan bahwa sekarang belum saatnya bicara kenaikan suku bunga acuan. Tidak hanya di AS, bank sentral Inggris (BoE) juga menahan suku bunga acuan, saat pasar memperkirakan terjadi kenaikan 15 basis poin (bps).
Jim Wyckoff, Analis Senior Kitco Metals, menyatakan kebijakan moneter global yang masih cenderung akomodatif membuat arus modal masih mengarah ke emas. Sebab, di tengah tekanan inflasi yang semakin tinggi, emas bisa menjadi instrumen lindung nilai (hedging) dari gerusan inflasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)