Dolar Kurang 'Jamu Kuat', Saatnya Borong Emas!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 November 2021 06:30
Toko Emas Cikini Gold Center, Cikini, Jakarta Pusat (21/6/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Toko Emas Cikini Gold Center, Cikini, Jakarta Pusat (21/6/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia turun tipis pada perdagangan pagi ini. Sepertinya investor mengambil untung dengan menjual kontrak emas, yang harganya memang naik akhir-akhir ini.

Pada Selasa (9/11/2021) pukul 05:19 WIB, harga emas dunia di pasar spot tercatat US$ 1.823,7/troy ons. Turun tipis 0,05% dari hari sebelumnya.

Kemarin, harga emas ditutup di US$ 1.824,55/troy ons, naik 0,43% dari posisi akhir pekan lalu. Ini membuat harga sang logam mulia naik selama tiga hari perdagangan beruntun. Selama tiga hari tersebut, harga naik 3,11%.

Oleh karena itu, wajar saja investor ingin mencairkan cuan tersebut. Aksi ambil untung (profit taking) ini membuat harga terkoreksi.

Halaman Selanjutnya --> Harga Emas Masih Bisa Naik Lagi

Namun sepertinya ruang kebangkitan harga emas terbuka lebar. Sebab, nilai tukar mata uang dolar Amerika Serikat (AS) masih tertekan. Pada pukul 05:26 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,29%.

Harga emas dan dolar AS punya hubungan bernabding terbalik. Saat dolar AS lesu, maka emas justru melaju. Demikian pula sebaliknya.

Ini karena emas adalah aset yang dibanderol dalam dolar AS. Begitu mata uang Negeri Paman Sam melemah, maka emas enjadi lebih murah bagi investor yang memegang mata uang lain. Permintaan emas naik, harga pun terungkit.

Kebijakan bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang masih akomodatif membuat dolar AS kekurangan 'jamu kuat'. Pekan lalu, ketua Jerome 'Jay' Powell mengumumkan The Fed akan mulai mengurangi pembelian aset (tapering off) pada bulan ini. Pengurangan itu sebesar US$ 15 miliar, pesis seperti ekspektasi pasar.

Namun suku bunga acuan tetap bertahan rendah di dekat 0%. Powell menegaskan bahwa sekarang belum saatnya bicara kenaikan suku bunga acuan. Tidak hanya di AS, bank sentral Inggris (BoE) juga menahan suku bunga acuan, saat pasar memperkirakan terjadi kenaikan 15 basis poin (bps).

Jim Wyckoff, Analis Senior Kitco Metals, menyatakan kebijakan moneter global yang masih cenderung akomodatif membuat arus modal masih mengarah ke emas. Sebab, di tengah tekanan inflasi yang semakin tinggi, emas bisa menjadi instrumen lindung nilai (hedging) dari gerusan inflasi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Harga Anjlok 4,5%, Apakah Emas Masih Layak Dikoleksi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular