
Senin Ceria! Rupiah Menguat Tajam ke Rp 14.255/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah melemah lebih dari 1% sepanjang pekan lalu, nilai tukar rupiah menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (8/11). Rupiah akhirnya mampu lepas dari tekanan tapering yang dilakukan bank sentral AS (The Fed) pada pekan lalu.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,17% ke Rp 14.300/US$. Sempat memangkas penguatan ke Rp 14.315/US$, rupiah kemudian melesat 0,52% ke Rp 14.250/US$.
Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.255/US$ atau menguat 0,49% di pasar spot.
The Fed pada Kamis (4/11) dini hari waktu Indonesia mengumumkan akan melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) mulai bulan ini. Nilainya sebesar US$ 15 miliar setiap bulannya. Jika dilihat nilai QE saat ini sebesar US$ 120 miliar, maka perlu waktu 8 bulan hingga menjadi nol atau QE berhenti.
Tidak seperti tahun 2013 yang membuat pasar bergejolak (taper tantrum), tapering The Fed kali ini justru disambut positif pelaku pasar. Bursa saham AS (Wall Street) bahkan terus mencetak rekor tertinggi, menjadi indikasi sentimen pelaku pasar cukup bagus.
Artinya, The Fed kali ini sukses meredam terjadinya taper tantrum, rupiah pun cukup stabil.
Selain itu, rupiah masih mampu menguat meski pada Jumat lalu data tenaga kerja AS dirilis impresif. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang bulan Oktober, perekonomian AS mampu menyerap 531.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls) lebih banyak dari prediksi pasar 455.000 dan bulan sebelumnnya 312.000 orang.
Selain itu, tingkat pengangguran juga turun menjadi 4,6% dari sebelumnya 4,8%, juga lebih rendah dari prediksi 4,7%. Selain itu rata-rata upah perjam tercatat naik 0,4%, meski melambat dari bulan sebelumnya 0,6% tetapi masih sesuai ekspektasi pasar.
Data tenaga kerja tersebut merupakan salah satu acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter.
Pekan lalu, The Fed memproyeksikan pasar tenaga kerja maksimum bisa tercapai pada pertengahan tahun depan. Ketika hal tersebut tercapai, maka langkah selanjutnya The Fed akan menaikkan suku bunga.
Dengan pasar tenaga kerja yang lebih bagus dari prediksi, spekulasi kenaikan suku bunga The Fed di semester II-2022 semakin menguat. Meski demikian, rupiah masih belum goyah, dan mampu menguat melawan dolar AS pagi ini.
Selain itu, rupiah memang punya modal untuk menguat, sebab pelaku pasar masih bullish terhadap rupiah. Hal itu terlihat dari survei 2 mingguan Reuters.
Survei tersebut menggunakan skala -3 sampai 3, angka negatif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) mata uang Asia dan jual (short) dolar AS. Semakin mendekati -3 artinya posisi long yang diambil semakin besar.
![]() |
Sementara angka positif berarti short mata uang Asia dan long dolar AS, dan semakin mendekati angka 3, semakin besar posisi short mata uang Asia.
Survei terbaru yang dirilis hari ini, Kamis (4/11/2021) menunjukkan angka untuk rupiah di -0,41, turun tajam dari 2 pekan lalu -1,12. Rupiah kala itu menjadi mata uang dengan posisi long paling besar dibandingkan 9 mata uang Asia lainnya. Meski menurun tajam, tetapi angkanya masih negatif, artinya pelaku pasar masih melihat peluang penguatan rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
