Skandal BLBI dan Kengototan Jokowi Menagih Hak Negara

Feri Sandria, CNBC Indonesia
08 November 2021 17:55
Anthoni Salim
Foto: CNN Indonesia

Selain utang pemerintah kepada IMF, utang domestik lain juga dipikul oleh bank BUMN yang banyak di antaranya adalah utang dalam denominasi dolar yang awalnya dilakukan karena cukup atraktif hingga akhirnya menjadi beban berat dalam pembayaran di tengah kondisi krisis.

Selanjutnya adalah utang bank swasta yang juga dalam denominasi dolar untuk menyuntik pendanaan kepada bisnis yang sebagian besar berada dalam satu grup yang sama dengan perbankan tersebut. Menyelamatkan bank swasta yang pinjamannya diberikan untuk membiayai bisnis dalam grup yang sama yang gagal membayar utangnya secara tidak langsung sama saja dengan pemerintah menyelamatkan para pengusaha dengan kekayaan signifikan yang telah memanfaatkan utang dolar dalam memperbesar kerajaan bisnisnya.

Afiliasi Bank dan Bisnis Milik Konglomerat RISumber: Lehman Brothers

Beberapa waktu setelah krisis ekonomi, dalam upaya penagihan, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) saat itu menyatakan biaya BLBI yang dikeluarkan pemerintah mencapai Rp 144,54 triliun, dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 138,444 triliun atau 95,78 persen dari total dana BLBI.

Jacqueline Hicks, menggunakan data yang dihimpun dari Tempo, Prospek dan Warta Ekonomi, dalam disertasinya untuk memperoleh gelar Ph.D di University of Leeds mengatakan BLBI menjadi kontroversial dan menuding bahwa sepuluh bankpenerima BLBI memiliki hubungan bisnis atau politik dan menerima 70 persen dari total jumlah yang dikeluarkan.

Salah satu di antaranya adalah bank milik anak mantan presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra atau yang lebih dikenal sebagai Tommy Soeharto. Hicks mengungkapkan Bank Pesona Utama milik Tommy memperoleh dana bantuan likuiditas senilai Rp 2,33 triliun.

Secara rinci Kesepuluh bank yang disebutkan Hicks adalah sebagai berikut:

  1.       BDNI milik Sjamsul Nursalim memperoleh Rp 37,04 triliun
  2.       Bank BCA milik Liem Sioe Liong memperoleh 26,59 triliun
  3.       Bank Danamon milik Usman Admadjaja memperoleh 23,05 triliun
  4.       Bank Umum Nasional milik Bob Hasan dan Kaharudin Ongko memperoleh 12,06 triliun
  5.       Bank Indonesia Raya perusahaan publik (Bambang Winarso) memperoleh Rp 4,02 triliun
  6.       Bank Nusa Nasional milik Aburizal Bakrie memperoleh Rp 3,02 triliun
  7.       Bank Tiara Asia perusahaan publik (HR Pandji M. Noe) memperoleh Rp 2,97 triliun
  8.       Bank Modern milik Samadikun Hartono memperoleh Rp 2,55 triliun
  9.       Bank Pesona Utama milik Hutomo Mandala Putra memperoleh 2,33 triliun
  10.   Bank Asia Pacific memperoleh 2,05 triliun

Kesepuluh Bank tersebut memperoleh dana BLBI senilai total Rp 115,71 triliun.

Meskipun tujuan utama BLBI adalah untuk memastikan para deposan dapat memperoleh kembali tabungannya, Hick mengungkapkan bahwa dana tersebut banyak disalahgunakan oleh para pemilik bank yang menggunakannya untuk menuangkan ke dalam kerajaan bisnis mereka yang runtuh. Ada juga laporan pemilik bank yang menggunakan dana BLBI untuk spekulasi dolar dan mentransfernya ke luar negeri, sehingga memperparah devaluasi rupiah.

Halaman Selanjunya --> Beberapa Daftar Obligor BLBI

(fsd/fsd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular