IHSG Hijau, tapi Belum Berhasil Sentuh All Time High

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Senin, 08/11/2021 15:44 WIB
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia, Kamis 26/3/2020 (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat pada perdagangan Senin (8/11/2021) awal pekan ini, di tengah variatifnya bursa Asia pada perdagangan hari ini.

Indeks bursa saham acuan nasional tersebut ditutup melesat 0,77% ke level 6.632,297. Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG diperdagangkan di zona hijau tanpa sedikitpun menyentuh zona merah. Namun, IHSG masih belum mampu menyentuh level tertinggi sepanjang masa yang pernah tercipta pada tahun 2018, yakni di level 6.693,4.

Data perdagangan mencatat nilai transaksi hari ini kembali naik menjadi Rp 11,7 triliun. Sebanyak 283 saham naik, 224 saham turun dan 167 lainnya stagnan. Investor asing tercatat kembali melakukan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 625 miliar di pasar reguler.


Investor asing melakukan pembelian bersih di saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp 328 miliar. Selain di saham BBCA, asing juga tercatat mengoleksi saham PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) sebesar Rp 185 miliar.

Dari pergerakan sahamnya, saham BBCA ditutup melesat ke level harga Rp 7.575/unit, sedangkan saham KLBF berakhir melemah 0,61% ke level harga Rp 1.620/unit.

Sementara penjualan bersih dilakukan asing di saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang dilepas sebesar Rp 56 miliar dan di saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar Rp 52 miliar.

Saham BMRI ditutup merosot 1,41% ke level Rp 7.000/unit, sedangkan saham BBRI ditutup melemah ke level harga Rp 4.230/unit.

Secara sektoral, indeks energi dan keuangan menjadi pendorong apresiasi IHSG pada hari ini, di mana keduanya menyumbang kenaikan masing-masing sebesar 1,75% dan 1,2%.

Bursa Asia diperdagangkan cenderung beragam pada perdagangan hari ini. Indeks Shanghai Composite China menguat 0,2% dan Straits Times Singapura melesat 0,66%.

Sementara untuk indeks Nikkei Jepang melemah 0,35%, Hang Seng Hong Kong terkoreksi 0,43%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,31%.

Kabar positif datang dari China, di mana otoritas setempat melaporkan impor batu bara yang melonjak nyaris dua kali lipat pada Oktober, yakni sebesar 26,9 juta ton, atau melesat 96,2% secara tahunan dan 18,2% secara bulanan.

Harga energi seperti minyak, batu bara dan gas alam global naik cukup signifikan di akhir perdagangan pekan lalu. Penyebabnya masih sama, kecemasan investor akan supply dan demand gap di pasar yang belum mereda.

Dalam jangka pendek, kenaikan harga komoditas terutama batu bara yang melesat 10% lebih sepekan dapat membuat harga saham-saham emiten tambang batu hitam dalam negeri mendapatkan tenaga untuk menguat.

Meskipun ketakutan akan inflasi dan bahkan stagflasi masih menghantui pasar, harga saham dan obligasi pemerintah AS masih lanjut naik. Di akhir perdagangan Jumat (5/11), tiga indeks saham Paman Sam kompak menguat lebih dari 0,2%.

Sementara itu imbal hasil (yield) obligasi pemerintahnya drop 7 basis poin (bp) ke level 1,45%. Sebagai informasi penurunan yield mengindikasikan bahwa harga mengalami kenaikan. Kenaikan harga aset keuangan AS terbukti menjadi katalis positif untuk aset finansial dalam negeri.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Saat Perang Berkobar, Saham & Investasi Mana Yang Bisa Cuan?