Jiah! Rupiah 'Turun Tahta' dari Mata Uang Idola di Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 November 2021 17:25
Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah mencatat penguatan tipis 0,07% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.325/US$ pada perdagangan Jumat (5/11). Rupiah juga mampu mengakhiri pelemahan 4 hari beruntun, meski sepanjang pekan ini melemah 1,13%.

Pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) menjadi penggerak utama di pekan ini. Sebelum pengumuman tersebut, pelaku pasar mengurangi posisi beli (long) terhadap rupiah. Maklum saja, The Fed mengumumkan tapering, yang paling ditunggu pelaku pasar finansial global di akhir tahun ini.

The Fed resmi mengumumkan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) sebesar US$ 15 miliar setiap bulannya.

Tapering yang pernah terjadi di tahun 2013 membuat pasar finansial bergejolak hebat, capital outflow terjadi di negara emerging market, mata uang selain dolar AS rontok, indeks saham hingga aset safe haven seperti emas berguguran. Kejadian tersebut taper tantrum.

Rupiah menjadi salah satu yang kena dampak hebat, terus mengalami pelemahan hingga tahun 2015 dengan persentase hingga 50%.

Maka wajar pelaku pasar mengurangi posisi long rupiah. Hal tersebut tercermin dari survei 2 mingguan Reuters.

Survei tersebut menggunakan skala -3 sampai 3, angka negatif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) mata uang Asia dan jual (short) dolar AS. Semakin mendekati -3 artinya posisi long yang diambil semakin besar.

Sementara angka positif berarti short mata uang Asia dan long dolar AS, dan semakin mendekati angka 3, semakin besar posisi short mata uang Asia.

idr

Survei terbaru yang dirilis hari ini, Kamis (4/11/2021) menunjukkan angka untuk rupiah di -0,41, turun tajam dari 2 pekan lalu -1,12. Rupiah kala itu menjadi mata uang dengan posisi long paling besar dibandingkan 9 mata uang Asia lainnya.

Sementara di survei terbaru, rupiah "turun" tahta dari mata uang idola di Asia, digeser oleh yuan China.

Semakin besar posisi long, maka nilai tukar mata uang biasanya cenderung menguat. Seperti yang dialami rupiah di pertengahan Oktober lalu ketika menembus Rp 14.020/US$, level terkuat sejak 18 Februari lalu. Sayangnya, setelah mencapai level tersebut rupiah terus melemah, konsisten dengan berkurangnya posisi long.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Roller Coaster Batu Bara Pengaruhi Rupiah

The Fed sudah mengumumkan tapering kemarin, dan pasar bisa tenang, taper tantrum tidak terjadi.

Ketua The Fed, Jerome Powell, sukses meredam terjadinya taper tantrum berkat komunikasi yang berjalan baik. Pasar sudah siap menghadapi tapering sejak jauh-jauh hari.
Rupiah meski mengalami pelemahan tetapi masih dalam batas wajar, hari ini malah sukses menguat tipis.

Ekonom dari Trimegah Sekuritas, Fakhrul Fulvian, mengatakan isu tapering tidak penting lagi bagi aset-aset Indonesia. Yang paling penting saat ini dikatakan adalah stabilnya harga komoditas, dan memprediksi rupiah akan menguat di sisa tahun ini.

"Untuk aset-aset Indonesia, kami melihat tapering sudah tidak penting lagi. Stabilitas pasar komoditas menjadi yang paling penting saat ini, Kami mempertahankan proyeksi yield obligasi tenor 10 tahun akan mencapai 5,8% dan rupiah ke Rp 14.000/US$ di tahun ini," kata Fakhrul, Kamis (5/11).

Harga komoditas memang meroket belakangan ini. Dua komoditas ekspor utama Indonesia, minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan batu bara melesat ke rekor tertinggi sepanjang masa. CPO saat ini masih berada di dekat rekor tertinggi sepanjang masa, kisaran 5.300 ringgit per ton, dan sepanjang tahun ini melesat lebih dari 40%.

Sementara itu baru bara sempat meroket lebih dari 240% dan mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 280/ton pada 5 Oktober lalu.

Tetapi setelahnya, harga batu bara menjadi sorotan. Sejak mencapai rekor tertinggi sepanjang tersebut, harganya sudah jeblok lebih dari 51% hingga Selasa lalu.
Ketika harga batu bara merosot, nilai tukar rupiah ikut melemah.

Dalam 2 hari terakhir, harga batu bara acuan ICE Newcastle Australia untuk kontrak 2 bulan ke depan masih berfluktuasi, melesat 14,33% Rabu lalu dan berbalik melemah 3% kemarin.

Sebelumnya kenaikan harga CPO dan Batu bara membuat neraca perdagangan Indonesia bisa mencatat surplus hingga 17 bulan beruntun, pendapatan pajak negara juga melonjak. Sehingga stabilitas harga batu bara menjadi penting, agar bisa mendongkrak kinerja rupiah.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada pertengahan Oktober lalu melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mencatatkan surplus senilai US$ 4,37 miliar. Ini adalah surplus perdagangan selama 17 bulan beruntun.

"Secara kumulatif, neraca perdagangan Indonesia Januari-September 2021 adalah US 25,07 miliar. Pada periode yang sama 2020, surplus hanya US$ 13,35 miliar. Pada 2019 bahkan defisit," ungkap Margo Yuwono, Kepala BPS, dalam jumpa pers secara virtual, Jumat (15/10).

Berkat neraca perdagangan yang terus surplus, Bank Indonesia (BI) memprediksi transaksi berjalan (current account) juga diprediksi positif di kuartal III-2021.

"Transaksi berjalan triwulan III-2021 diperkirakan surplus didorong oleh surplus neraca perdagangan yang meningkat menjadi US$ 13,2 miliar, tertinggi sejak triwulan IV-2009.

Kinerja tersebut didukung ekspor komoditas utama seperti CPO, kimia organik, dan biji logam dan bahan baku seiring perbaikan ekonomi domestik," ungkap Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI), usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Oktober 2021, Selasa (19/10).

Untuk sepanjang 2021, transaksi berjalan diperkirakan masih akan defisit tetapi lebih baik dari proyeksi sebelumnya.

"Ke depan, defisit transaksi berjalan akan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya menjadi kisaran 0-0,8% dari PDB pada 2021. Defisit transaksi berjalan tetap akan rendah pada 2022 sehingga mendukung ketahanan eksternal Indonesia," terang Perry.

Transaksi berjalan menjadi salah satu faktor yang mendukung penguatan rupiah karena mencerminkan pasokan devisa yang bisa bertahan lama di dalam negeri.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular