Jiah! Rupiah 'Turun Tahta' dari Mata Uang Idola di Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 November 2021 17:25
Dollar
Foto: Freepik

The Fed sudah mengumumkan tapering kemarin, dan pasar bisa tenang, taper tantrum tidak terjadi.

Ketua The Fed, Jerome Powell, sukses meredam terjadinya taper tantrum berkat komunikasi yang berjalan baik. Pasar sudah siap menghadapi tapering sejak jauh-jauh hari.
Rupiah meski mengalami pelemahan tetapi masih dalam batas wajar, hari ini malah sukses menguat tipis.

Ekonom dari Trimegah Sekuritas, Fakhrul Fulvian, mengatakan isu tapering tidak penting lagi bagi aset-aset Indonesia. Yang paling penting saat ini dikatakan adalah stabilnya harga komoditas, dan memprediksi rupiah akan menguat di sisa tahun ini.

"Untuk aset-aset Indonesia, kami melihat tapering sudah tidak penting lagi. Stabilitas pasar komoditas menjadi yang paling penting saat ini, Kami mempertahankan proyeksi yield obligasi tenor 10 tahun akan mencapai 5,8% dan rupiah ke Rp 14.000/US$ di tahun ini," kata Fakhrul, Kamis (5/11).

Harga komoditas memang meroket belakangan ini. Dua komoditas ekspor utama Indonesia, minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan batu bara melesat ke rekor tertinggi sepanjang masa. CPO saat ini masih berada di dekat rekor tertinggi sepanjang masa, kisaran 5.300 ringgit per ton, dan sepanjang tahun ini melesat lebih dari 40%.

Sementara itu baru bara sempat meroket lebih dari 240% dan mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 280/ton pada 5 Oktober lalu.

Tetapi setelahnya, harga batu bara menjadi sorotan. Sejak mencapai rekor tertinggi sepanjang tersebut, harganya sudah jeblok lebih dari 51% hingga Selasa lalu.
Ketika harga batu bara merosot, nilai tukar rupiah ikut melemah.

Dalam 2 hari terakhir, harga batu bara acuan ICE Newcastle Australia untuk kontrak 2 bulan ke depan masih berfluktuasi, melesat 14,33% Rabu lalu dan berbalik melemah 3% kemarin.

Sebelumnya kenaikan harga CPO dan Batu bara membuat neraca perdagangan Indonesia bisa mencatat surplus hingga 17 bulan beruntun, pendapatan pajak negara juga melonjak. Sehingga stabilitas harga batu bara menjadi penting, agar bisa mendongkrak kinerja rupiah.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada pertengahan Oktober lalu melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mencatatkan surplus senilai US$ 4,37 miliar. Ini adalah surplus perdagangan selama 17 bulan beruntun.

"Secara kumulatif, neraca perdagangan Indonesia Januari-September 2021 adalah US 25,07 miliar. Pada periode yang sama 2020, surplus hanya US$ 13,35 miliar. Pada 2019 bahkan defisit," ungkap Margo Yuwono, Kepala BPS, dalam jumpa pers secara virtual, Jumat (15/10).

Berkat neraca perdagangan yang terus surplus, Bank Indonesia (BI) memprediksi transaksi berjalan (current account) juga diprediksi positif di kuartal III-2021.

"Transaksi berjalan triwulan III-2021 diperkirakan surplus didorong oleh surplus neraca perdagangan yang meningkat menjadi US$ 13,2 miliar, tertinggi sejak triwulan IV-2009.

Kinerja tersebut didukung ekspor komoditas utama seperti CPO, kimia organik, dan biji logam dan bahan baku seiring perbaikan ekonomi domestik," ungkap Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI), usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Oktober 2021, Selasa (19/10).

Untuk sepanjang 2021, transaksi berjalan diperkirakan masih akan defisit tetapi lebih baik dari proyeksi sebelumnya.

"Ke depan, defisit transaksi berjalan akan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya menjadi kisaran 0-0,8% dari PDB pada 2021. Defisit transaksi berjalan tetap akan rendah pada 2022 sehingga mendukung ketahanan eksternal Indonesia," terang Perry.

Transaksi berjalan menjadi salah satu faktor yang mendukung penguatan rupiah karena mencerminkan pasokan devisa yang bisa bertahan lama di dalam negeri.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular