Ada Tapering Asing Malah Doyan Borong Saham, Ini Penyebabnya

Putra, CNBC Indonesia
05 November 2021 08:40
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (6/10/2021).  Indeks Harga Saham Gabungan berhasil mempertahankan reli dan ditutup terapresiasi 2,06% di level 6.417 pada perdagangan Rabu (06/10/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (6/10/2021). Indeks Harga Saham Gabungan berhasil mempertahankan reli dan ditutup terapresiasi 2,06% di level 6.417 pada perdagangan Rabu (06/10/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral AS Federal Reserves Bank (The Fed) resmi mengumumkan bahwa tapering akan dilakukan akhir bulan ini. Namun tidak seperti tahun 2013 silam, tapering kali ini tak memantik aksi jual asing di pasar saham domestik. Malahan yang terjadi justru sebaliknya.

Kemarin (04/11/2021), saat bos The Fed Jerome Powell resmi mengumumkan pengurangan stimulus moneter, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru menguat 0,5% dan mepet ke level psikologis 6.600.

Investor asing pun terpantau melakukan aksi beli bersih di pasar reguler sebesar Rp 332,69 miliar. Bahkan dana asing terus membanjiri pasar saham domestik.

Dalam satu minggu terakhir, ada inflow dana asing sebesar Rp 793,57 miliar ke saham RI. Jika ditarik lebih jauh lagi dengan jangka waktu satu bulan, inflow asing bahkan mencapai Rp 13,78 triliun.

Suatu anomali memang jika berkaca pada kejadian 8 tahun silam ketika asing justru menarik dananya dari pasar keuangan Indonesia. Sebenarnya apa yang menjadi faktor pemicu asing malah getol belanja saham di dalam negeri?

Faktor pendukungnya memang banyak, mulai dari yang sifatnya eksternal maupun yang berasal dari domestik. Katalis eksternalnya adalah kondisi pasar yang kondusif.

Hal ini tak terlepas dari pelaku pasar dan investor yang sudah jauh-jauh hari mengantisipasi The Fed bakal melakukan tapering akhir tahun ini dengan laju pengurangan likuiditas sebesar US$ 15 miliar per bulan.

Tidak ada kejutan dari keputusan bank sentral paling adidaya tersebut. Semuanya sudah sesuai dengan perkiraan. Lebih lanjut, The Fed juga mengatakan tak akan terburu-buru menaikkan suku bunga acuan sebelum pasar tenaga kerja AS kembali pulih dan mencatatkan pertumbuhan.

Guidance The Fed yang jelas dan terukur tentu saja berbeda dengan 8 tahun silam. Oleh sebab itu pasar menjadi lebih siap menghadapi perubahan tone kebijakan moneter yang menjadi lebih hawkish.

Faktor pendukung kedua berasal dari dalam negeri. Kali ini persoalannya adalah tentang risiko dan return yang diperoleh investor.

Soal return, aset keuangan terutama saham masih memberikan valuasi yang menarik. Apalagi saat ini pasar saham domestik menawarkan aset-aset yang diyakini bakal memberikan pertumbuhan menggiurkan.

Sektor teknologi Indonesia berkembang sangat pesat sehingga membuat asing menjadi tertarik. Adanya pengembangan bank digital, startup unicorn dan decacorn seperti Bukalapak dan GoTo yang sudah melantai maupun belum melantai di bursa lokal membuat pasar saham menjadi lebih bergairah.

Investor kelas kakap seperti SWF Singapura GIC, Temasek bahkan perusahaan modal ventura (VC) serta Private Equity (PE) banyak yang berinvestasi ke perusahaan-perusahaan startup tersebut.

Ditambah lagi, semarak bank digital semakin meramaikan suasana. Belum lagi adanya aksi korporasi berupa konsolidasi hingga right issue jumbo dalam rangka ekspansi perusahaan di sektor bank dan telekomunikasi yang agresif semakin menjadi daya tarik tersendiri.

Dari segi risiko nilai tukar rupiah juga tak lari ke mana-mana. Kalau dilihat rupiah memang cenderung terdepresiasi jelang pengumuman tapering. Namun volatilitasnya tak tajam sehingga currency risk dapat diminimalkan.

Investor asing tak perlu takut untuk berinvestasi di aset domestik yang menggunakan rupiah karena mata uang Garuda tersebut cenderung stabil di rentang fundamentalnya menurut Bank Indonesia (BI).

Itulah beberapa alasan mengapa asing masih saja getol belanja saham di dalam negeri karena selain pandemi Covid-19 yang terus menunjukkan perbaikan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular