
Kurs Dolar Australia Belum Pulih dari Super Dovish RBA

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada Selasa lalu, dolar Australia jeblok lebih dari 1,2% melawan rupiah akibat sikap super dovish bank sentralnya (Reserve Bank of Australia/RBA). Hingga perdagangan hari ini, Kamis (4/11) dolar Australia belum mampu bangkit, dan berfluktuasi.
Melansir data Refinitiv, dolar Australia pada hari ini sempat melemah 0,4% kemudian berbalik menguat 0,44%, sebelum berada di Rp 10.650,06/AU$ pada pukul 14:56 WIB, atau menguat hanya 0,07% di pasar spot.
RBA dalam pengumuman rapat kebijakan moneter Selasa lalu mempertahankan suku bunga acuan 0,1%, dan program pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai AU$ 4 miliar per pekan hingga Februari 2022.
Tetapi, RBA menghentikan salah satu stimulus moneternya, yakni yield curve control (YCC). Sejak pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) melanda, RBA memberikan berbagai stimulus tersebut termasuk YCC, dimana yield obligasi tenor 3 tahun di tahan di kisaran 0,1%.
Dengan kebijakan tersebut RBA akan melakukan operasi pasar dengan membeli obligasi tenor 3 tahun ketika yield-nya lebih tinggi dari 0,1%. Miliaran dolar Australia sudah digelontorkan guna menahan yield di kisaran 0,1%, yang menyebabkan perekonomian dibanjiri likuiditas.
Selain itu, RBA juga membuka peluang kenaikan suku bunga di 2023, tetapi tidak di tahun depan. Hal itu dikatakan menjadi sikap super dovish, sebab pasar melihat peluang suku bunga dinaikkan pada tahun depan cukup besar karena inflasi yang tinggi.
"Data dan proyeksi terbaru tidak menjamin kenaikan suku bunga di tahun 2022. Dewan gubernur masih bersabar," kata Gubernur RBA Philip Lowe, saat pengumuman kebijakan moneter, sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (2/11).
Sementara itu rupiah cukup bertenaga melawan dolar Australia di pekan ini. Kabar baik dari dalam negeri datang dari sektor manufaktur yang mencatat rekor tertinggi sepanjang sejarah. IHS Markit melaporkan aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) di Indonesia pada Oktober 2021 adalah 57,2. Melesat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 52,2.
Melesatnya ekspansi sektor manufaktur tersebut memberikan harapan laju pertumbuhan ekonomi akan membaik di kuartal IV-2021.
Sementara untuk kuartal III-2021, Badan pusat Statistik (BPS) akan merilis data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2021 pada Jumat besok dan kemungkinan angkanya jauh melambat dari kuartal II-2021 sebesar 7,07% (year-on-year/yoy).
Median proyeksi pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekonomi Tanah Air pada kuartal III-2021 tumbuh 3,61% yoy. Proyeksi tertinggi adai di 4,5% yoy dan terendah 3,23% yoy.
Pengetatan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akibat gelombang kedua pandemi penyakit virus corona (Covid-19) menjadi pemicu pelambatan ekonomi tersebut.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Australia Tak Mampu Tembus Rp 10.700/AU$, Ada Apa?
