Duit Rp 31 T Banjiri Pasar Perdana Saham, Dapen Mau Serap?

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
04 November 2021 07:50
Perusahaan ke 600 yang melantai di BEI (CNBC Indonesia/Fitriyah Said)
Foto: Perusahaan ke 600 yang melantai di BEI (CNBC Indonesia/Fitriyah Said)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebulan jelang tutup tahun, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat masih ramai perusahaan yang berencana melantai ke bursa saham dan membidik dana jumbo lewat mekanisme penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO).

Otoritas bursa mencatat, terdapat 28 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham dengan target perolehan dana senilai Rp 31,27 triliun.

Dari pipeline tersebut, ada nama perusahaan menara telekomunikasi BUMN, anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) yakni PT Dayamitra Telekomunikasi (Persero) atau Mitratel yang membidik dana sebesar Rp 24,90 triliun.

Selain Mitratel, ada nama perusahaan yang bergerak di bisnis peternakan sapi dan ayam, PT Widodo Makmur Perkasa Tbk. (WMPP) yang membidik dana Rp 1,83 triliun. WMPP adalah induk dari PT Widodo Makmur Unggas Tbk (WMUU).

Apakah saham-saham perdana ini bakal diserap oleh investor institusi dalam negeri seperti dana pensiun (dapen)?

Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI), Suheri menyampaikan, terkait dengan IPO perusahaan jumbo di akhir tahun, pengelola dana pensiun akan tetap berpegang pada racikan portofolio investasi yang menjadi acuan sebelumnya.

"Saya tidak merasa ada suatu euforia dari dapen terkait IPO saham-saham baru. Saya rasa semua dapen akan tetap dengan komposisi yang mereka miliki," katanya kepada CNBC Indonesia, Rabu (3/11/2021).

Sekadar gambaran saja, saat ini dana pensiun fokus menempatkan alokasi investasi saham di indeks LQ-45 atau indeks yang berisi 45 saham unggulan dari sisi likuiditas dan fundamental baik.

Secara porsi, berdasarkan data sampai dengan akhir Desember 2020, porsi investasi saham dapen mencapai 10,51%, disusul 6% reksa dana dari keseluruhan dana investasi dapen.

Lainnya ditempatkan di Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 25%, obligasi korporasi 20%, sisanya di deposito dan instrumen lainnya seperti obligasi untuk pembiayaan infrastruktur.

"Dari tahun ke tahun saham itu pada praktiknya, alokasinya tidak berubah, kita lebih berinvestasi dengan horison jangka panjang," kata Suheri.

Sementara itu, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna Setia menilai, potensi serapan pasar di kuartal keempat akan tetap tinggi.

Pasalnya, sampai saat ini, indikator pasar modal Indonesia masih dinilai positif bila ditinjau dari jumlah perusahaan tercatat yang melakukan penghimpunan dana di pasar modal.

Selain itu, pertumbuhan jumlah investor maupun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga mengalami perkembangan yang relatif baik dibandingkan tahun lalu.

Selanjutnya, stabilitas ekonomi yang tetap terjaga, pemulihan ekonomi yang terus berlanjut, sentimen positif pada perkembangan ekonomi global maupun domestik, serta dukungan regulator-regulator terkait, menimbulkan kepercayaan dan optimisme bagi para pelaku pasar modal.

"Hal-hal tersebut menjadi pertimbangan penting bagi pasar dalam merespon seluruh aktivitas yang ada di pasar modal termasuk fund raising," kata Nyoman.

IPO di penghujung tahun ini juga dipastikan bakal tetap semarak. Pasalnya, investor institusi seperti dana abadi Indonesia atau Sovereign Wealth Fund (SWF) bernama Indonesia Investment Authority (INA) akan berinvestasi di IPO Mitratel senilai US$ 500 juta-US$ 800 juta atau kisaran Rp 7,1 triliun-Rp 11,36 triliun (asumsi kurs Rp 14.200/US$).

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan INA nantinya akan masuk melalui IPO yang dilakukan oleh Mitratel tersebut.

"[Ini merupakan investasi] INA dan partner-partner investor institusi asing," kata Kartiko kepada CNBC Indonesia, Selasa (2/11/2021).


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gebrakan Mitratel, Bakal Merambah Asia Tenggara Pasca IPO

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular