Terungkap Masalah Serius Bank Digital RI, Cek Faktanya!

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
04 November 2021 07:20
[DALAM] Nasib Digital Banking di Masa Depan
Foto: Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Euforia narasi bank digital di Indonesia akhir-akhir ini menyembunyikan masalah yang perlu diperhatikan, yakni soal tingkat kematangan (maturity level) digitalisasi perbankan yang masih rendah.

Mengacu pada laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam dokumen Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan, nilai rerata tingkat kematangan pada perbankan di Tanah Air berada dalam kategori level 1.

Hanya sejumlah kecil bank yang tercatat telah masuk ke dalam kategori level 2 atau 3.

Adapun, tingkat kematangan tersebut diukur dengan menggunakan enam dimensi penilaian Digital Maturity Assessment for Bank (DMAB).

Keenam dimensi penilaian tersebut adalah data (perlindungan data, misalnya), teknologi, manajemen risiko, kolaborasi (antarbank, misalnya), tatanan institusi, dan customer. (Lihat infografik di bawah ini).

Sumber: OJK

Secara rinci, semakin tinggi level skor hasil penilaian DMAB (level 1 - 3), semakin tinggi pula nilai maturitas digital suatu bank.

"Hasil ini mengindikasikan bahwa terdapat kebutuhan untuk memfasilitasi transformasi digital perbankan agar dapat mendorong sebagian besar Bank di Indonesia dalam melakukan transformasi digital," jelas OJK dalam dokumen Cetak Biru, dikutip CNBC Indonesia, Rabu (3/11/2021).

Menurut tolok ukur OJK, tingkat kematangan digital tertinggi merupakan proksi tingkat kematangan digital yang dimiliki oleh bank fully digital atau sepenuhnya digital.

Berdasarkan hasil penilaian rata-rata tingkat kematangan digital Bank di Indonesia pada masing-masing dimensi DMAB, tingkat kematangan digital perbankan Indonesia pada dimensi data dan kolaborasi menunjukkan rasio di atas 50%.

Kemudian, dimensi data memiliki tingkat kematangan digital sebesar 57% terkait pengelolaan, pengolahan, dan analisis data.

Analisis data yang dimaksud mencakup pemanfaatan data untuk kepentingan market intelligence dan kemampuan suatu bank dalam memanfaatkan data untuk menyediakan informasi secara real time.

Lebih lanjut, untuk dimensi kolaborasi menunjukkan tingkat kematangan digital sebesar 53%. Dimensi ini menunjukkan level interconnectedness (keterkaitan, kesalingterhubungan) perbankan di Indonesia dalam ekosistem ekonomi dan keuangan digital baik melalui platform sharing dan kerja sama bank dengan institusi lain.

Menurut penilaian OJK, hasil tersebut mencerminkan bahwa tingkat kematangan digital pada aspek data dan kolaborasi rata-rata Bank di Indonesia dinilai cukup memadai walaupun belum optimal.

Sementara, tingkat kematangan digital pada dimensi teknologi dan konsumen menunjukkan rasio sebesar 50%. Ini menunjukkan bahwa level tata kelola teknologi perbankan di Indonesia dinilai sudah cukup baik meskipun belum sepenuhnya optimal.

Adapun tata kelola teknologi yang dimaksud adalah terkait apakah suatu bank telah memiliki strategi digitalisasi dan mengadopsi teknologi terkini dalam layanan dan produk bank, serta perihal bank dapat memenuhi ekspektasi konsumen (customer engagement, customer experience, customer insight, dan customer trust and perception).

Namun, tingkat rerata maturitas bank digital di Indonesia dari segi manajemen risiko dan tatanan institusi masih berada di bawah level 50%, yakni masing-masing baru mencapai 43% dan 46%. (Lihat Grafik di bawah).

Hasil dari kedua dimensi tersebut--manajemen risiko dan tatanan institusi--menunjukkan, strategi digitalisasi perbankan masih belum didukung oleh kapasitas organisasi dan budaya digital serta manajemen risiko yang memadai dalam rangka mendukung transformasi digital.

Dalam hemat OJK, strategi digital perbankan yang dimaksud bisa dilakukan dengan adopsi emerging technology, konektivitas dalam ekosistem digital dan pengelolaan data dalam layanan dan produk bank.

"Dimensi tingkat kematangan digital yang masih memiliki penilaian rendah dibandingkan dimensi lainnya kemudian akan menjadi perhatian utama OJK ke depan dalam rangka mendorong perbankan Indonesia untuk melakukan percepatan transformasi digital," jelas OJK.

Dalam penjelasan saat launching cetak biru perbankan digital, Anggota Dewan Komisioner sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan kesiapan manajemen risiko perbankan memang menjadi perhatian OJK mengingat saat ini tingkat kematangan manajemen risiko masih paling rendah dibandingkan dengan lima indikator lainnya yang ditetapkan OJK.

"Yang perlu diperhatikan manajemen risiko masih 43%. Bagaimana kita perlu siapkan manajemen risiko di era digital, kita sudah berikan panduan sangat lengkap dan detail dan harus menjadi perhatian kita semua," kata Heru dalam Launching & Media Briefing terkait Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan OJK, Selasa (26/10/2021).

Dalam bahan paparan yang disampaikan Heru, masih rendahnya manajemen risiko dan tatanan institusi perbankan digital menunjukkan bahwa strategi digitalisasi perbankan masih belum didukung oleh kapasitas organisasi dan budaya digital serta manajemen risiko yang memadai dalam rangka mendukung transformasi digital.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article OJK Rilis Cetak Biru Transformasi Digital Bank RI, Cek Isinya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular