Kapitalisasi Pasar Rp 100 T

Duh Kapitalisasi Pasar Big Cap Anjlok, kecuali Bank Jago-TPIA

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
01 November 2021 13:20
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Sentimen yang membuat IHSG gagal kembali menembus level rekor tertingginya pada pekan lalu adalah masih dari krisis likuiditas perusahaan properti di China. Setelah Evergrande, Fantasia Holdings dan Sinic Holdings, giliaran perusahaan properti Modern Land yang menyusul kasus kesulitan membayar kewajibannya.

Reuters mengabarkan bahwa emiten bursa Hong Kong tersebut telah melewatkan pembayaran kupon obligasi, menambah kekhawatiran tentang dampak yang lebih luas dari krisis utang di sektor properti China.

Pekan lalu, Modern Land telah menyatakan akan menunda pembayaran bunga obligasi yang jatuh tempo Senin, 25 Oktober dan akan membayar sebagian darinya senilai US$ 250 juta atau setara dengan Rp 3,62 triliun dalam 3 bulan ke depan.

Selain itu, isu kenaikan suku bunga juga menjadi perhatian. Sejak pekan lalu, ada dua negara emerging market yang menaikkan suku bunga secara agresif akibat tingginya inflasi.

Pada Jumat (22/10/2021), bank sentral Rusia menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin (bp) menjadi 7,5%. Dengan kenaikan tersebut, bank sentral Rusia sudah menaikkan suku bunga 5 kali beruntun, dengan total 325 bp.

Kemudian bank sentral Brasil Kamis (28/10/2021) menaikkan suku bunga sebesar 150 bp menjadi 7,75%, dan sudah 6 kali beruntun menaikkan suku bunga dengan total 475 bp.

Tingginya inflasi menjadi penyebab agresifnya bank sentral tersebut menaikan suku bunga. Pada tahun depan, kenaikan suku bunga diperkirakan akan lebih banyak terjadi.

Hasil survei Reuters terhadap para ekonom menunjukkan di tahun depan akan semakin banyak bank sentral yang menaikkan suku bunga. Sebanyak 500 ekonom berpartisipasi dalam survei ini, dan hasilnya sebanyak 13 dari 25 bank sentral dunia diperkirakan akan menaikkan suku bunga setidaknya 1 kali di tahun depan.

Namun, kenaikan suku bunga tersebut bisa membuat roda bisnis melambat, sehingga pemulihan ekonomi menjadi terancam.

Sekitar seperempat dari 171 ekonom yang merespon survei Reuters terkait risiko yang dihadapi perekonomian global menyatakan salah satu yang terbesar dan bisa menimbulkan pelambatan yakni bank sentral yang terlalu cepat mengurangi stimulus moneter.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular