Sawit-Batu Bara Ambles, Harta 5 Konglomerat Ini Menguap?
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga komoditas sawit dan batu bara mengalami koreksi setelah sebelumnya terus mencatatkan penguatan signifikan, bahkan sempat menyentuh rekor.
Kamis kemarin (28/10), harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) berada di US$ 172,35/ton, anjlok 5,9% dari posisi hari sebelumnya dan menjadi yang terendah sejak 1 September 2021.
Jumat lalu (22/10) harga bahkan sempat rontok hingga 14,62% dan merupakan salah satu koreksi harian terdalam.
Meski ambles dalam beberapa hari terakhir, harga batu bara masih membukukan kenaikan 6,52% dalam sebulan terakhir secara point-to-point. Sejak akhir 2020 (year-to-date), harga masih naik 199,89%.
Senada dengan batu bara, sawit juga sempat mengalami pelemahan dalam beberapa waktu terakhir.
Meskipun demikian pada perdagangan Jumat (29/10/2021) pukul 09:59 WIB, harga CPO di Bursa Malaysia tercatat naik 1,34%. Kenaikan ini terjadi setelah harga CPO turun selama dua hari beruntun dan harganya terkoreksi hingga 1,65%.
Melemahnya harga komoditas tersebut tentu menyebabkan harta para taipan dengan fokus bisnis sawit dan batu bara juga ikut menyusut.
Berikut Tim Riset CNBC Indonesia merangkum beberapa taipan yang hartanya terpengaruh akibat goyahnya harga komoditas sawit dan batu bara, berdasarkan laporan update Forbes Billionaires Realtime.
1. Low Tuck Kwong
Dato' Dr. Low Tuck Kwong, dilahirkan di Singapura 17 April 1948 dan berganti kewarganegaraan menjadi WNI pada 1992 memperoleh pundi-pundi dari kepemilikan saham di PT Bayan Resources Tbk (BYAN). Titik balik kesuksesannya terjadi pada tahun 1997 ketika ia mengakuisisi tambang batu baranya pertamanya yaitu PT Gunungbayan Pratamacoal.
BYAN merupakan emiten dengan kapitalisasi terbesar yang fokus utama bisnis pertambangan batu bara. Tercatat kapitalisasi pasar mencapai Rp 49,50 triliun, lebih besar dari Grup Adaro ataupun emiten tambang batu bara pelat merah PTBA.
Hingga tengah tahun ini pendapatan Bayan tercatat naik 47% menjadi US$ 1,02 miliar (Rp 14,63 triliun), sedangkan laba bersihnya meningkat 387% menjadi US$ 337,05 juta (Rp 4,82 triliun).
Menurut data real time billionaire publikasi Forbes, harta Low Tuck sempat menyentuh US$ 2,2 miliar atau Rp 31,46 triliun (kurs Rp 14.300/US$). Akan tetapi hingga Jumat (29/10), hartanya kembali mengalami penyusutan menjadi US$ 2,0 miliar (Rp 28,6 triliun).
2. Edwin Soeryadjaya
Edwin Soeryadjaya merupakan seorang pengusaha asal Indonesia anak dari William Soeryadjaya yang merupakan pendiri dari Astra International.
Bersama Sandiaga Uno yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Edwin mendirikan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang investasi yang diberi nama Saratoga Capital yang kemudian berganti nama menjadi Saratoga Investama.
Lewat Saratoga, mereka berhasil mengembangkan banyak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang, salah satunya dari bisnis pertambangan.
Berdasarkan data The World's Real-Time Billionaires, dalam sehari harta kekayaan TP Rachmat menyusut US$ 61 juta (Rp 872,3 miliar). Saat ini kekayaannya tercatat masih mencapai US$ 1,6 miliar.
NEXT: Masih Ada TP Rachmat hingga Peter Sondakh
(fsd/fsd)