
Lira-nya Erdogan Terlemah dalam Sejarah, Gegara 5 Faktor Ini!

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar lira Turki perlahan mulai membaik, meski masih belum jauh dari rekor terlemah sepanjang masa yang dicapai awal pekan ini. Pada perdagangan Kamis (28/10) pukul 12:32 WIB lira melemah 0,29% ke 9,5066/US$, setelah sebelumnya menguat 2 hari beruntun, melansir data Refinitiv.
Sementara itu rekor terlemah sepanjang sejarah berada di 9,8545/US$, yang disentuh pada Senin (25/10). Di tahun ini, lira terbilang bangun-jatuh, bukan jatuh-bangun. Sebab di awal tahun sempat menjadi mata uang terbaik di dunia, tetapi kini menjadi yang terburuk.
Ketika menyentuh rekor terlemah sepanjang sejarah, lira tercatat jeblok lebih dari 32% secara year-to-date (YtD).
Reuters merangkum ada lima faktor utama yang membuat kurs lira terpuruk.
Inflasi
Ini merupakan masalah yang dihadapi Turki dalam beberapa tahun terakhir. Inflasi yang tinggi membuat nilai tukar mata uangnya tergerus. Apalagi, dengan suku bunga yang justru dipangkas hingga hingga di bawah inflasi.
Sahap Kavcioglu yang menjabat gubernur bank sentral Turki (TCMB) sejak Maret lalu sudah memangkas suku bunga menjadi 16%, padahal inflasi di kini berada di kisaran 19%.
![]() |
Alhasil, kurs lira terus merosot dan mencetak rekor terlemah sepanjang sejarah. Para analis bahkan memprediksi inflasi di Turki akan mencapai 20%.
Cadangan Devisa yang Kecil
Saat suku bunga diturunkan dan inflasi lebih tinggi, cadangan devisa menjadi alat untuk menjadi senjata untuk menjaga nilai tukar. Sayangnya, cadangan devisa Turki sangat tipis. Bahkan, berdasarkan perhitungan para analis pada 8 Oktober lalu sebagaimana diwartakan Reuters, jika tidak memasukkan swap, cadangan devisa Turki ternyata minus US$ 38 miliar.
Minusnya cadangan devisa tersebut sudah terjadi sejak tahun 2020 lalu.
"Kita semua tahu gubernur Kavcioglu tidak punya mandate untuk menaikkan suku bunga, jadi satu-satunya jalan untuk mempertahankan nilai tukar adalah menggunakan cadangan devisa, tetapi TCMB tidak memilikinya," kata Tim Ash dari BlueBay Asset Management.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Dolarisasi Hingga Lonjakan Harga Energi
Kembalinya Dolarisasi
Pergerakan lira Turki saat ini didominasi dari dalam negeri, sebab investor asing sudah lama mengurangi eksposurnya di negara yang dipimpin Presiden Recep Tayyip Erdogan ini. Namun, warga maupun perusahaan di Turki punya rekam jejak dalam "membuang" lira yang merupakan mata uangnya sendiri, dan lebih memilih dolar AS.
Hal tersebut dilakukan akibat pelemahan kurs lira, yang justru membuatnya semakin terpuruk.
"Dolarisasi, kini mencapai 57% dari deposito perbankan Turki, naik dari bulan Agustus sebsar 50,4%. Hal tersebut masih akan terus meningkat sebagai akibat depresiasi lira, dan yang paling krusial adalah sektor konsumen ritel yang beralih ke deposito valuta asing," kata Phoenix Kalen, dari Societe Generale.
Utang
Rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) Turki saat ini masih di kisaran 60%, masih sejalan dengan negara berkembang lainnya. Tetapi Dennis Shen dari Scope Ratings menyoroti perubahan komposisi mata uang yang memberikan tekanan bagi lira.
![]() |
"Salah satu masalah utama pemerintah Turki adalah utang yang dulunya didominasi lira, tetapi kini berubah. Statistik terbaru menunjukkan nyaris 60% utang pemerintah didominasi oleh dolar AS dan euro," kata Shen.
Ketika nilai tukar dolar AS maupun euro terus menguat, maka beban utang pemerintah akan mengalami peningkatan.
Melonjaknya Harga Energi
Turki merupakan salah satu importir gas alam dan minyak mentah terbesar di Eropa. Dengan kenaikan tajam keduanya, maka biaya impor terus membengkak, yang tentunya membebani anggaran negara.
Selain itu, Gas alam yang digunakan untuk penghangat serta industri manufaktur kecil masih disubsidi. Sementara harga minyak mentah yang berdenominasi lira sudah melonjak 140% sepanjang tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Meroket 30%! Erdogan Bikin Lira Turki 'Bangkit dari Kubur'