Internasional

China Rekor Gagal Bayar Obligasi, Evergrande cs Biang Kerok!

Feri Sandria, CNBC Indonesia
27 October 2021 16:40
CHINA-EVERGRANDE/
Foto: REUTERS/TYRONE SIU

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi pasar properti China semakin suram dengan bertambahnya perusahaan yang mengalami gagal bayar (default) khususnya atas surat utang (obligasi) yang diterbitkan dengan mata uang asing.

Terbaru, pengembang properti asal Beijing, Modern Land, mengalami nasib serupa seperti yang sudah terjadi pada Evergrande Group, Fantasia Holdings dan Sinic Holdings.

Perusahaan yang tidak mampu membayar kupon obligasi terus bertambah, meskipun dua minggu lalu pemerintah China melalui bank sentralnya mengatakan pada Jumat (15/10) bahwa krisis utang Evergrande adalah fenomena individu, bukan secara umum dan menegaskan bahwa sektor real estat China masih stabil.

Zou Lan, Direktur Departemen Pasar Keuangan People's Bank of China (PBoC) juga mengatakan dalam bahasa Mandarin bahwa risiko yang ditimbulkan oleh Evergrande "controllable."

Pasar global sebenarnya sempat mendapatkan kabar baik ketika Evergrande dilaporkan telah membayarkan kupon obligasi - yang sebelumnya pembayarannya telah terlewat - sebelum batas akhir masa tenggang.

Walaupun demikian Evergrande masih memiliki sekitar US$ 200 juta (Rp 2,86 triliun, kurs Rp 14.300/US$) pembayaran atas surat utang luar negerinya yang belum lunas, dengan tambahan kewajiban US$ 573 juta (Rp 8,19 triliun) akan jatuh tempo sebelum akhir tahun ini.

Secara total Evergrande yang memiliki utang mencapai US$ 300 miliar atau setara Rp 4.290 triliun, dengan hampir sebesar US$$ 20 miliar atau Rp 286 triliun merupakan utang luar negeri.

Data Bloomberg menunjukkan bahwa peminjam China telah gagal membayar sekitar US$ 9 miliar (Rp 128,7 triliun) obligasi luar negeri tahun ini, dengan industri real estat menyumbang sepertiga dari jumlah itu.

Hal ini terjadi ketika pihak berwenang menekan leverage yang berlebihan di sektor real estat di tengah krisis di China Evergrande Group dan membuat banyak investor di seluruh dunia gelisah.

Gagal bayar oleh perusahaan China atas surat utang luar negeri (sumber: Bloomberg)Foto: Bloomberg
Gagal bayar oleh perusahaan China atas surat utang luar negeri (sumber: Bloomberg)

Evergrande memang dikabarkan telah melakukan pembayaran kupon minggu lalu sebelum masa tenggang berakhir, akan tetapi beberapa pengembang lain malah mengalami gagal bayar bulan ini.

Dilansir Reuters, pascagagal bayar Modern Land, otoritas negara China dikabarkan akan bertemu dengan perusahaan-perusahaan properti dengan utang jumbo dalam mata uang dolar untuk melihat kemampuan pembayaran mereka, di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang likuiditas.

Para pembuat kebijakan berusaha untuk menjaga agar isu-isu tersebut tidak menjadi bola salju. Pihak berwenang China mengatakan kepada miliarder Hui Ka Yan - pemilik dan pendiri Evergrande Group - untuk menggunakan kekayaan pribadinya untuk meringankan krisis utang Evergrande yang semakin dalam, menurut orang-orang yang mengetahui masalah tersebut.

Secara terpisah, Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional China meminta perusahaan untuk membuat persiapan aktif untuk pembayaran obligasi luar negeri pada simposium dengan beberapa perusahaan di industri utama Selasa (26/10).

NEXT: Ramai-ramai Lembaga Pemeringkat Pangkas Rating

Akibat dampak 'krisis' likuiditas yang menyebabkan gagal bayar ini, penurunan peringkat kredit pengembang China telah bertambah pada bulan Oktober, mencapai rekor tertinggi dalam 2 bulan beruntun.

Ada 44 perusahaan yang peringkatnya diturunkan oleh Moody's Investors Service, S&P Global Ratings dan Fitch Ratings pada 21 Oktober, setelah 34 penurunan peringkat untuk sepanjang September, menurut data yang dikumpulkan Bloomberg.

Rating perusahaan yang diturunkan oleh lembaga pemeringkatan internasionalFoto: Bloomberg
Rating perusahaan yang diturunkan oleh lembaga pemeringkatan internasional

Penurunan peringkat melonjak pada kuartal ketiga awalnya dikarenakan masalah China Evergrande Group yang memicu kekhawatiran terkait utang yang lebih luas.

Kini penurunan peringkat yang sedang berlangsung terjadi karena pengembang menghadapi tekanan operasional dan pembiayaan kembali (refinancing) yang berat.

"Sehingga akan memperburuk kemampuan mereka dalam mengumpulkan dana," kata Ma Dong, mitra di perusahaan obligasi China BG Capital Management Ltd, dilansir Bloomberg.

Selain itu lonjakan imbal hasil pada junk bond - obligasi berperingkat noninvestasi alias obligasi sampah- China yang memiliki juga menghambat peningkatan modal.

Baru-baru junk bond China tersebut mencapai level tertinggi dalam satu dekade dengan yield mencapai 20% dan mengakibatkan pengembang China menjadi biang kerok terhadap hampir setengah dari obligasi dolar dunia yang tertekan.

Namun, perwakilan media untuk Ronshine China Holdings Ltd. mengatakan kepada Bloomberg bahwa pengembang membayar bunga US$ 30,2 juta yang jatuh tempo Senin (25/10) terhadap obligasi dolar.

Peer Agile Group Holdings Ltd. mengatakan memiliki dana yang cukup untuk memenuhi jatuh tempo utang yang akan datang.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular