Review

China Gagal Bayar Lagi, Siapa Taipan di Balik Modern Land?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
Rabu, 27/10/2021 10:55 WIB
Foto: Kendaraan melewati bangunan tempat tinggal yang belum selesai dari Evergrande Oasis, kompleks perumahan yang dikembangkan oleh Evergrande Group, di Luoyang, Cina 16 September 2021. (REUTERS/Carlos Garcia Rawlins)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kejatuhan satu per satu pengembang properti China dalam jurang gagal bayar (default) atas kewajiban surat utang (obligasi) semakin membuat takut para investor.

Dimulai dari Evergrande China yang telah melewatkan beberapa kali pembayaran kupon obligasi, lalu Fantasia Holdings yang mengalami gagal bayar di awal bulan.

Terbaru Modern Land juga tidak dapat melunasi kupon pembayaran atas obligasi US$ 250 juta atau setara dengan Rp 3,62 triliun (kurs Rp 14.300/US$) yang jatuh tempo Senin (25/10) lalu.


Modern Land (China) Co Limited merupakan perusahaan yang didirikan pada tahun 2000 di Beijing dan terdaftar di Papan Utama Bursa Efek Hong Kong sejak 12 Juli 2013 dengan bisnis utama berupa pengembangan real estat di China.

Dalam laporan interim 2021 yang diaudit KPMG, dikatakan bahwa perusahaan ini pernah menjadi salah satu dari "Top 100 China Real Estate Enterprises" selama tujuh tahun berturut-turut.

Modern Land dikontrol oleh Zhang Lei (Chaiman), Zhang Peng (Presiden) dan Chen Yin yang merupakan direktur eksekutif perusahaan.

Zhang Lei juga tercatat memiliki kepentingan terhadap 65,58% saham perusahaan yang dimiliki oleh Super Land Holdings Limited.

Selain itu ia juga memiliki sebagian kepemilikan langsung atas saham Modern Land. Pemegang saham utama lainnya termasuk China Cinda (HK) Asset Management Co Limited.

Zhang lei diketahui berimigrasi ke Vancouver, Kanada dan secara pribadi berinvestasi dalam proyek pengembangan real estat di Vancouver, Kanada di bawah Modern Green Canada, serta di Amerika Serikat di Houston dan Seattle di bawah Modern Green United States.

Hingga akhir Juni total utang Modern Land (China) tercatat sebesar 86,25 miliar yuan atau setara dengan Rp 191,25 triliun (kurs Rp 2.217/yuan), dengan lebih dari tiga perempatnya merupakan kewajiban jangka pendek atau mencapai 66,18 miliar yuan.

Total obligasi senior yang akan jatuh tempo dalam kurun waktu satu tahun tercatat sebesar 2,87 miliar (Rp 6,36 triliun) dengan pinjaman bank yang juga harus dibayarkan setahun ke depan adalah sebesar 6,47 miliar yuan (Rp 14,34 triliun).

Total aset perusahaan tercatat sebesar 98,42 miliar, yang mana nilainya masih lebih besar dari liabilitas perusahaan. Aset lancar tercatat sejumlah 83,17 miliar yuan, dengan lebih dari setengahnya (46,07 miliar yuan) merupakan properti yang sedang dikembangkan untuk dijual.

Kas dan setara kas perusahaan sebenarnya tercatat sebesar 13,62 miliar yuan atau lebih besar dari gabungan kewajiban pembayaran pinjaman bank dan obligasi senior yang jatuh tempo dalam setahun.

Akan tetapi kemampuan perusahaan untuk mengakses uang tunai untuk pembayaran obligasi tidak pasti dan sangat terbatas.

Fitch Ratings menurunkan peringkat obligasi perusahaan menjadi 'C' setelah menyatakan ingin memperpanjang pembayaran obligasi yang jatuh tempo Senin (25/10) dengan tenggat waktu hingga 3 bulan.

Kebijakan tersebut diambil untuk meningkatkan likuiditas dan manajemen arus kas dan untuk menghindari potensi default pembayaran di bawah obligasi.

Akan tetapi terbaru perusahaan gagal mencapai kesepakatan dan tidak mampu melunasi pembayaran, dengan Fitch Ratings kembali menurunkan peringkat obligasi senior tersebut menjadi 'RD' (Restricted Default).

TIM RISET CNBC INDONESIA


(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Modal Pasar Saham & SBN Tarik Investor Saat Iran-Israel Panas