Piye Mr Erdogan! Lira Turki Terjun Bebas, Rekor Terburuk
Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang Turki, lira mencatatkan rekor terendah terbarunya pada Jumat (22/10/2021). Ini setelah bank sentral Turki memangkas suku bunga sebesar 200 basis poin, meskipun inflasi meningkat.
Penurunan itu terjadi dua hari berturut-turut setelah keputusan tersebut diumumkan. Melansir CNBC International, lira saat ini merupakan salah satu mata uang negara berkembang yang berkinerja terburuk dalam beberapa tahun terakhir.
Tercatat, pada Kamis (21/10/2021) lira merosot 3,4% dan telah terdepresiasi 23% sepanjang tahun ini. Padahal inflasi negara tersebut telah mendekati 20%.
Bank sentra Turki memang tengah berada dalam tekanan dari Presiden Tayyip Erdogan untuk melonggarkan kebijakannya. Untuk itu bank sentral bank menurunkan suku bunga repo menjadi 16%, setelah sebelumnya pada September telah dilakukan penurunan 100 poin suku bunga.
Pelonggaran moneter ini, oleh Erdogan didorong untuk meningkatkan kredit, ekspor dan pekerjaan. Kebijakan ini tetap diambil kendati sebagian besar ekonom mengatakan itu akan menjadi bumerang mengingat depresiasi lira yang tajam, utang luar negeri yang tinggi dan inflasi jauh di atas target 5%.
Kebijakan ini pun diejek sebagai sembrono oleh para ekonom dan anggota parlemen oposisi. Pemimpin oposisi utama Partai Rakyat Republik (CHP) Turki, Kemal Kilicdaroglu, menyamakan penurunan suku bunga dengan 'pengkhianatan negara' yang diperintahkan oleh Erdogan.
Sementara itu, pelaku pasar seperti Bank Wall Street JPMorgan telah menaikkan perkiraan inflasi akhir tahun menjadi 19,9%, dari 16,7% sebelum penurunan suku bunga dilakukan. "Pelonggaran beban awal seperti itu menunjukkan bahwa menurunkan inflasi dengan cepat bukanlah prioritas kebijakan," tulis analis JPMorgan Yarkin Cebeci.
Dalam 2,5 tahun terakhir Erdogan telah memecat tiga gubernur. Ini disebut analis merusak kredibilitas bank dan menakut-nakuti investor asing.
"Transaksi keluar investor asing terus berlanjut dan kami tidak mengharapkan perubahan itu," kata seorang pedagang meja valas di salah satu bank.
"Oleh karena itu menurut kami pergerakan valas lokal akan lebih jelas menjadi penentu lira pada periode mendatang," lanjutnya.
Para bankir mencatat bahwa suku bunga obligasi dan pinjaman terus meningkat meskipun ada pelonggaran kebijakan, sebuah tanda bahwa para trader berpikir bank sentral perlu segera membalikkan arah. Imbal hasil obligasi 10-tahun treasury telah meningkat 400 basis poin pada saat suku bunga kebijakan telah dinaikkan 300 poin.
Penurunan lira telah terjadi sejak awal September ketika bank sentral mulai memberikan sinyal dovish. Bank sentral mengupkan pada Kamis lalu bahwa akan ada sedikit ruang untuk penurunan suku bunga lebih banyak tahun ini mengingat tekanan harga sementara pada makanan, energi dan impor lainnya, yang telah membuat biaya hidup orang Turki melonjak karena mata uang terdepresiasi.
Pemotongan tersebut membuat imbal hasil riil Turki sangat negatif. Oyak Securities mencatat bahwa pelonggaran Turki berdiri sendiri di kuartal ketiga, karena 24 bank sentral lainnya menaikkan suku bunga.
(sef/sef)