'Digoyang' Isu Akuisisi Bank, Saham BNI Melesat, Asing Masuk!

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
Senin, 18/10/2021 12:40 WIB
Foto: dok BNI

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham bank BUMN PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) melesat pada penutupan sesi I perdagangan Senin (18/10/2021), di tengah BNI dikabarkan berencana mengakuisisi bank kecil untuk mendukung transformasi digital.

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham BBNI melejit 3,70% ke posisi Rp 7.000/saham. Nilai transaksi saham BBNI tercatat sebesar Rp 433,57 miliar, salah satu yang terbesar di bursa.

Di tengah kenaikan saham BBNI, investor asing berbondong-bondong masuk dengan catatan beli bersih Rp 40,66 miliar di pasar reguler, juga salah satu yang tertinggi di BEI hingga siang ini.


Dengan ini, dalam sepekan saham BBNI terkerek naik 9,38%, sementara dalam sebulan melonjak 35,92%. Adapun secara year to date (ytd) saham BBNI melesat 13,36%.

Saat ini, nilai kapitalisasi pasar (market cap) saham BBNI tercatat sebesar Rp 130,54 triliun.

Sebelumnya, pada saat paparan kinerja kuartal II-2021 beberapa waktu yang lalu, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan, pihaknya memiliki image digital seiring transformasi digital yang dilakukan, sehingga strategi yang berjalan salah satunya menjadi digital bank.

"Masih lihat subjeknya apakah modalnya ada, kemampuan ada, tapi kajiannya sudah ada. Kami semua sudah punya kajiannya, cuma kriteria untuk menjadi digital bank harus dipersiapkan dengan baik bukan sekedar ikut-ikutan," kata Royke kepada CNBC Indonesia pada Juli.

Dia menambahkan, pihaknya memiliki kriteria untuk menjadi bank digital, harus memiliki kriteria dan tidak asal ambil. Royke menegaskan teknologi menjadi penting yang menjadi pertimbangan.

"Kalau teknologi tidak punya, kita tidak akan bisa jadi bank digital. Kuncinya di teknologi," ujar dia.

Memang, tahun 2021 menjadi momentum yang menjanjikan bagi bank digital seiring dengan tren digitalisasi dan ramainya akuisisi sejumlah investor global untuk masuk ke bank digital.

Bukan hanya investor perbankan, investor korporasi non-bank, konglomerat hingga perusahaan rintisan alias startup berlomba-lomba masuk berinvestasi ke bank digital.

Tren ini pun sejalan dengan rencana dari regulator soal mengkonsolidasikan industri perbankan agar lebih kuat dari sisi permodalan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menetapkan ketentuan minimal modal inti yang termaktub dalam POJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum. Aturan ini mewajibkan minimal modal inti bank umum Rp 1 triliun di 2020, Rp 2 triliun di 2021 dan Rp 3 triliun di 2022.

Dengan aturan ini, konsekuensinya banyak bank-bank kecil, kategori BUKU I (bank umum kelompok usaha, modal inti di bawah Rp 1 triliun), dijual dan dibeli oleh pemodal besar dan konglomerasi, termasuk lewat private placement dan rights issue (penerbitan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu/HMETD).

Menanggapi tren ini, Head of Investment Avrist Asset Management Tubagus Farash Akbar Farich menilai, ke depannya tren akuisisi masih akan relevan di tengah konsolidasi perbankan.

Hal ini dilakukan terutama untuk menggalang kekuatan dalam menghadapi situasi sulit di 2020 dan 2021 karena pandemi Covid-19.

"Jadi saya rasa tren akuisisi masih akan relevan ke depannya, karena konsolidasi ini bisa untuk strategi untuk menghadapi masa sulit ini," kata dia.

Untuk BNI, dia menilai akuisisi berpotensi dilakukan sebagai upaya untuk bisnis bank digital. Apalagi BNI akan menjadi bank utama dari Indonesia di pasar luar negeri.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(adf/adf)
Saksikan video di bawah ini:

Video: PHK Mengancam, Saham Ini Bisa Jadi Sumber Cuan Darurat