
Market Cap BCA-BRI Melonjak, Unilever Depak 2 Saham Sekaligus

Beberapa sentimen positif yang mewarnai IHSG selama sepekan mayoritas berasal dari domestik. Pertama, terkait reli harga komoditas yang turut mendorong harga saham produsennya, misalnya saham batu bara, migas, hingga sawit.
Kenaikan harga energi tersebut dipicu oleh adanya krisis energi yang melanda berbagai negara akibat kelangkaan pasokan gas.
Dengan harga gas yang naik terus, perburuan terhadap sumber-sumber energi primer pun menggila. Bahkan batu bara yang sempat 'dicuekin' kini kembali dilirik.
Indonesia adalah eksportir terbesar dunia untuk batu bara dan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO). Kenaikan harga dua komoditas ini tentu akan mendongkrak kinerja ekspor Indonesia. Tidak hanya menggairahkan perekonomian nasional, kenaikan ekspor juga akan menopang stabilitas nilai tukar rupiah.
Kedua, sikap optimisme investor juga didukung oleh data dari cadangan devisa (cadev) RI yang kembali melonjak pada periode September 2021.
Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa RI pada periode September 2021 tercatat sebesar US$ 146,9 miliar, melesat US$ 2,1 miliar dari Agustus 2021 dan menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah Indonesia merdeka.
"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," sebut keterangan tertulis BI.
Di samping sentimen positif, sentimen negatif yang turut mewarnai pergerakan IHSG selama sepekan, misalnya, datang dari Negeri Tirai Bambu China.
Investor saat ini masih mencermati perkembangan krisis utang pengembang properti China. Setelah Evergrande, ada dua perusahaan properti China yang kini menjadi pantauan pelaku pasar.
Mereka adalah Fantasia Holdings dan Sinic Holdings. Khusus Fantasia sudah mengalami gagal bayar (default), sementara Sinic berpotensi default.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
