Internasional

Jalan Terang Mulai Terlihat, China-Australia Mau Damai Nih?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 October 2021 06:50
17 provinsi dan wilayah telah terjadi beberapa bentuk pemadaman listrik. (REUTERS/TINGSHU WANG)
Foto: 17 provinsi dan wilayah telah terjadi beberapa bentuk pemadaman listrik. (REUTERS/TINGSHU WANG)

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah krisis energi yang mendera China yang sampai membuat listrik byar-pet, pemerintah China tidak punya pilihan lain melepas stok batu bara Australia yang mereka miliki untuk mengatasi kelangkaan energi.

"Batu bara Australia yang tertahan di pelabuhan China mulai dikeluarkan pada akhir bulan lalu. Walau beberapa kargo adalah batu bara Australia yang sebelumnya dikirim melalui India," ungkap salah seorang trader di bagian timur China, dikutip dari Reuters, Jumat ini (8/10/2021).

Kabar dari trader ini mengejutkan lantaran sudah hampir setahun hubungan Australia-China tegang. Penyebabnya adalah dorongan Australia agar China bertanggung jawab atas pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang membuat dunia porak-poranda.

Hubungan Canberra-Beijing itu berdampak ke aspek perdagangan. China ogah membeli batu bara dari Australia. Padahal sebelumnya Australia adalah pemasok batu bara terbesar ke Negeri Panda.

Sejak pertengahan tahun lalu, pembelian batu bara Australia oleh China terus berkurang. Bulan lalu, batu bara Australia yang masuk ke China tinggal 156,18 kilo ton, anjlok 97,46% dibandingkan periode yang sama pada 2020 (year-on-year/yoy).


Namun sekarang situasinya berbeda. China dilanda krisis energi karena mahalnya harga gas alam.

Dalam sepekan terakhir, harga gas alam acuan di Henry Hub (Oklahoma, Amerika Serikat) melonjak 14,24%. Selama sebulan terakhir, harga melesat 36,97% dan sejak akhir 2020 (year-to-date/ytd) meroket 146,44%.

Tidak hanya itu, upaya China untuk menggenjot penggunaan energi terbarukan pun belum menuai hasil. Pembangkitan listrik menggunakan tenaga air (hydro-power generations) diperkirakan masih lemah.

Oleh karena itu, China kembali berpaling ke batu bara sebagai sumber energi primer.

Bulan ini, Refinitiv memperkirakan 10,5 juta metrik ton batu bara dibutuhkan untuk menutup kekurangan hydro-power generations. Pada November dan Desember 2021, kebutuhannya diperkirakan masing-masing 4,5 juta metrik ton dan 3,8 juta metrik ton.

Kebutuhan itu tidak bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Lonjakan impor batu bara China tidak bisa dihindari.

Pada September 2021, Refinitiv mencatat impor batu bara Chna mencapai 21,98 juta ton, melonjak 34,5% yoy

NEXT: Apa Dampak ke Harga?

Dari sisi harga batu bara, di tengah sentimen Australia-China ini, pada perdagangan Rabu (6/10), harga batu bara mulai melandai setelah berkali-kali rekor.

Rabu lalu, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat US$ 236/ton, ambles 15,71% dibandingkan hari sebelumnya.

Harap maklum, harga batu bara sudah naik selama 10 hari beruntun. Selama 10 hari tersebut, kenaikannya mencapai 57,04%.

Walau anjlok, tetapi talam seminggu terakhir harga batu bara masih membukukan kenaikan 37,95% secara point-to-point. Selama sebulan ke belakang, kenaikannya mencapai 32,32%.

Sejak akhir 2020 (year-to-date), harga komoditas ini meroket 188.68%. Rasanya tidak ada komoditas lain yang mengalami kenaikan harga setajam silet, eh batu bara.

Kenaikan harga gas alam menjadi faktor utama lonjakan harga batu bara. Saat gas alam semakin mahal, maka insentif untuk berpaling ke sumber energi primer alternatif meningkat. Salah satunya adalah batu bara.

Dalam sepekan terakhir, harga gas alam di Henry Hub (Oklahoma, Amerika Serikat) naik 5,19%. Selama sebulan ke belakang kenaikannya mencapai 26,12% dan secara year-to-date meroket 126,9%.

Di Eropa, biaya pembangkitan listrik dengan gas alam adalah EUR 89,4/MWh pada 5 Oktober 2021. Dengan batu bara, harganya hanya EUR 58,06/MWh. Ini membuat batu bara kembali menjadi primadona, bahkan di Eropa yang menjunjung tinggi isu ramah lingkungan.

"Melihat situasi di Eropa, gas alam sudah tidak lagi bisa bersaing dengan batu bara. Akibatnya, penggunaan batu bara semakin meningkat," sebut kajian ELS Analysis, konsultan energi yang berbasis di Swedia, seperti dikutip dari Reuters.

Di sisi lain, balik ke China, permintaan energi masih tinggi di tengah kekurangan pasokan.

"Kekurangan pasokan masih aka terjadi untuk beberapa waktu. Butuh waktu untuk meningkatkan produksi dalam negeri di China, yang selama lima tahun terakhir terus berkurang. Saya tidak optimistis. Kekurangan pasokan akan bertahan mungkin sampai akhir tahun, atau bahkan hingga Februari-Maret tahun depan," sebut seorang trader di Beijing, sebagaimana diwartakan Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article China-Australia Mau Baikan, Harga Batu Bara Ambles 4% Lebih..

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular