
China-Australia Mau Damai? Harga Saham Batu Bara RI Nyungsep

Jakarta, CNBC Indonesia - Seiring dengan krisis listrik dan menipisnya persediaan batu bara, China perlu meningkatkan pasokan untuk menghindari risiko perlambatan ekonomi pada kuartal keempat tahun ini. Namun, memburuknya hubungan Beijing dengan Australia dapat mempersulit target Negeri Tirai Bambu tersebut.
Melansir CNBC International, Ekonomi terbesar kedua di dunia itu sedang menghadapi kekurangan pasokan listrik karena kombinasi berbagai faktor, seperti cuaca ekstrem, lonjakan permintaan untuk ekspor China dan dorongan nasional untuk mengurangi emisi karbon, seperti yang telah ditetapkan oleh Presiden Xi Jinping.
Sebagaimana diketahui, China adalah rumah daya industri dan penghasil karbon dioksida terbesar di planet ini. Negara ini menghasilkan sebagian besar listriknya dengan menggunakan batu bara, tetapi saat ini persediaan pembangkit listrik utama mencapai level terendah 10 tahun pada bulan Agustus.
"Sementara China jelas membutuhkan batu bara sebanyak yang dapat diperolehnya untuk mencegah perlambatan [kuartal keempat] karena tirani kekurangan tenaga listrik, ketegangan geopolitik dengan Australia telah menghalangi sumber batu bara berkalori tinggi yang paling baik dari Belahan Bumi Selatan [Australia], "kata Wisnu Varathan, kepala ekonomi dan strategi untuk departemen perbendaharaan Asia dan Oseania di Mizuho, dilansir CNBC Internasional, dikutip CNBC Indonesia, Selasa (5/10/2021).
Akhir tahun lalu, China berhenti membeli batu bara dari Australia - yang dulunya merupakan pengekspor komoditas terbesar ke negara itu. Itu terjadi ketika ketegangan perdagangan antara kedua negara melonjak, setelah Australia mendukung seruan untuk penyelidikan internasional tentang penanganan virus corona (Covid-19) di China.
Akibatnya, China beralih ke Indonesia, Mongolia, Rusia, dan negara-negara lain untuk mencoba menutupi kekurangan tersebut. Tahun lalu, laporan mengatakan bahwa penambang batu bara Indonesia menandatangani kesepakatan pasokan senilai US$ 1,5 miliar dengan China.
Varathan menjelaskan, Indonesia berada di posisi yang strategis untuk mendapatkan keuntungan dari permintaan yang melimpah, tetapi kemampuannya untuk memenuhi pengiriman mungkin menjadi hambatan.
China menghadapi risiko dalam pemenuhan stok batu bara dengan cepat karena berbagai kendala, termasuk logistik dan peraturan. Hal tersebut menyiratkan, "semacam kegagapan dalam kegiatan ekonomi dan keruwetan yang menyertainya dalam rantai pasokan regional mungkin tidak sepenuhnya dapat dihindari," imbuh Varathan.
Sebagai gambaran, pada 2020, ekspor batu bara RI ke China mencapai 127,78 juta ton atau sekitar 31,5% dari total ekspor batu bara nasional yang mencapai 405,05 juta ton. Sementara ekspor ke India mencapai 97,51 juta ton dan ke Jepang 26,97 juta ton.
Adapun ekspor batu bara RI ke China tertinggi terjadi pada 2019 sebelum pandemi Covid-19 menghantam dunia, yakni mencapai 144,41 juta ton.
Tekanan inflasi
Beberapa bank telah menurunkan prospek pertumbuhan China seiring terjadinya krisis listrik.
Varathan melanjutkan, banyak pengamat tampaknya khawatir tentang 'tingkat kejutan harga energi yang signifikan'.
Sementara, Kevin Xie, ekonom senior Asia di Commonwealth Bank of Australia berpendapat, krisis listrik China dapat menyebabkan kenaikan harga untuk banyak barang ekspor yang dapat mengakibatkan sedikit peningkatan inflasi konsumen di negara maju.
Xie menjelaskan, keterbatasan pasokan listrik akan memangkas pertumbuhan ekonomi dan memperburuk perlambatan yang disebabkan oleh masalah di sektor konstruksi perumahan China--yakni, kasus krisis likuiditas China Evergrande.
"Industri padat energi akan paling terpengaruh oleh penjatahan listrik. Porsi gabungan dari sektor industri di provinsi yang terkena dampak dengan penjatahan listrik adalah sekitar 14% dari PDB Tiongkok, "tambah Xie.
Sejauh ini, pembuat kebijakan di Beijing belum memberikan indikasi apakah China akan melanjutkan impor batubara Australia. Laporan media pekan lalu mengatakan perusahaan India mengambil sekitar 2 juta ton batubara Australia dengan harga diskon yang disimpan di gudang China.
Sejumlah Harga Saham Batu Bara Ambles
Setelah berhasil mencatatkan reli kenaikan dalam beberapa hari terakhir, sejumlah saham batu bara mulai terkena aksi ambil untung (profit taking). Berikut beberapa saham batu bara yang ambles, mengacu pada data Bursa Efek Indonesia (BE) pada pukul 14.33 WIB.
Borneo Olah Sarana Sukses (BOSS), saham -4,42%, ke Rp 108/saham
Atlas Resources (ARII), -3,61%, ke Rp 320/saham
Golden Eagle Energy (SMMT), -3,60%, ke Rp 214/saham
TBS Energi Utama (TOBA), -2,52%, ke Rp 580/saham
Delta Dunia Makmur (DOID), -2,29%, ke Rp 342/saham
Adaro Energy (ADRO), -2,15%, ke Rp 2.830/saham
Bukit Asam (PTBA), -2,08%, ke Rp 2.830/saham
United Tractors (UNTR), -1,85%, ke Rp 26.600/saham
Harum Energy (HRUM), -1,80%, ke Rp 8.175/saham
Alfa Energi Investama (FIRE), -1,49%, ke Rp 660/saham
Indika Energy (INDY), -1,40%, ke Rp 2.120/saham
Menurut data di atas, saham BOSS menjadi yang paling ambles, yakni 4,42%, setelah kemarin melonjak 13,00%. Saham INDY menjadi yang paling kecil pelemahannya, yakni 1,40%, setelah 3 hari melesat tinggi.
Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat US$ 247/ton. Meroket 9,41% dibandingkan posisi hari sebelumnya sekaligus jadi rekor tertinggi setidaknya sejak 2008.
Kenaikan harga batu bara memang luar biasa. Dalam sepekan terakhir, harga naik 25,97% secara point-to-point. Sejak akhir 2020 (year-to-date), harga si batu hitam melejit 183,23%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article China-Australia Mau Baikan, Harga Batu Bara Ambles 4% Lebih..