Saham Batu Bara & CPO to The Moon, Yakin Kinerja Emiten Cuan?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
05 October 2021 12:35
Kapal tongkang Batu Bara (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Para investor berbondong-bondong memborong saham yang bergerak di bisnis pertambangan batu bara dan produsen minyak sawit (crude palm oil/CPO), di tengah lonjakan harga kedua komoditas tersebut akhir-akhir ini.

Kenaikan harga batu bara dan sawit menimbulkan ekspektasi dari investor bahwa pendapatan emiten produsennya akan meningkat juga.

Berkat reli kenaikan itu, batu bara dan sawit menjadi dua di antara sejumlah penopang utama pertumbuhan ekspor Indonesia selama Agustus 2021.

Mari kita bahas satu per satu dimulai dari saham batu bara.

11 Saham Batu Bara dengan Kenaikan Tertinggi dalam Sebulan dan Ytd

Kode Ticker

% 1 Bulan

% Ytd

PKPK

134.78

200.00

HRUM

68.32

186.07

SMMT

16.84

91.38

ITMG

49.04

82.67

BYAN

87.46

78.68

GEMS

21.43

66.67

MBAP

29.39

58.74

ADRO

38.66

30.42

INDY

55.23

24.28

BUMI

58.93

23.61

PTBA

27.19

3.20

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) di atas, setidaknya ada 11 saham emiten batu bara yang mencatatkan kenaikan tertinggi. Bahkan, ada yang 'meroket' hingga 200%.

Saham batu bara cenderung melesat sepanjang tahun ini (year to date/ytd), dengan saham PT Perdana Karya Perkasa Tbk (PKPK) memimpin kenaikan, yakni 134,78% selama sebulan terakhir dan mengangkasa 200,00% secara ytd.

Saham emiten milik taipan Kiki Barki, PT Harum Energy (HRUM), juga mencatatkan kinerja yang moncer, dengan melejit 68,32% dalam sebulan dan 'terbang' 186,07% sejak akhir Desember 2020.

Mengenai kinerja keuangan, secara umum, emiten batu bara mencatatkan rapor yang oke per semester I 2021.

PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), misalnya, membukukan laba bersih sebesar US$ 118 juta atau setara dengan Rp 1,71 triliun (kurs Rp 14.500/US$) pada paruh pertama tahun ini, naik signifikan hingga 312% dari periode yang sama 2020 sebesar US$ 29 juta atau setara dengan Rp 420,5 miliar.

Contoh lain, pertambangan baru bara BUMN, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) sepanjang semester I-2021 membukukan laba bersih senilai Rp 1,77 triliun. Laba ini tumbuh 38% secara tahunan (year on year/YoY) dari sebelumnya Rp 1,28 triliun di akhir Juni 2020.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan, pendapatan perusahaan secara YoY tumbuh 14,18% menjadi Rp 10,29 triliun dari sebelumnya senilai Rp 9,01 triliun.

Pendorong Kenaikan Harga Batu Bara

Lonjakan batu bara akhir-akhir ini ditopang oleh persediaan yang menipis di tengah permintaan yang meningkat karena pembukaan aktivitas ekonomi. Naiknya harga minyak dan gas juga mempengaruhi kinerja batu bara yang terus mencatatkan rekor harga tertinggi sepanjang masa.

Pergerakan harga komoditas dipengaruhi oleh demand and supply. Ketika permintaan (demand) meningkat sedangkan persediaan (supply) sedikit maka harga akan naik. Sebaliknya, ketika permintaan turun namun persediaan meningkat maka harga akan turun.

Apalagi, saat ini sejumlah negara di dunia sedang dilanda energi menjelang musim dingin tahun ini.

Kelangkaan pasokan dan naiknya harga gas, naiknya tarif bahkan padamnya listrik, serta sulitnya mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) menjadi beberapa alasannya.

Berdasarkan kompilasi pemberitaan CNBC International, setidaknya ada tiga negara di dunia yang sedang mengalami hal tersebut, yakni Inggris, China, India. Beberapa mengamankan komoditas, seperti batu bara, untuk kelangsungan listrik warganya.

Seiring dengan naiknya harga gas alam dan tarif listrik seiring dengan kenaikan permintaan gas sejak September lalu, Inggris akhirnya menghidupkan lagi pembangkit West Burton A untuk mengamankan listrik, pertama kali dalam enam bulan, sebelum pensiun 2022.

Sebagaimana diketahui, saat ini Inggris merupakan negara yang saat ini cukup intens dalam menggunakan gas untuk keperluan kelistrikannya dan secara drastis telah mengurangi ketergantungan batu bara.

"Batu bara masih akan digunakan di Inggris (dalam persentase kecil, 1,6%) sampai batu bara betul-betul akan dihapus dari sistem pada tahun 2024," kata Kedutaan Besar (Kedubes) Inggris di Jakarta kepada CNBC Indonesia.

Selain Inggris, China pun mengalami krisis energi dan listrik. Aktivitas pabrik China menyusut akibat pembatasan penggunaan listrik. Sebuah survei yang dirilis Kamis (30/9/2021), sebagaimana dikutip dari Guardian, menunjukkan aktivitas pabrik China mengalami kontraksi pada September.

Ini pertama kali terjadi kepada China sejak pandemi melanda pada Februari 2020. Krisis listrik di China terjadi ketika permintaan energi negara itu melonjak melewati tingkat pra-pandemi. Namun, pembatasan impor batu bara dari Australia akibat pertikaian politik, menekan pasokan komoditas itu.

Sementara itu, untuk mengamankan krisis listrik agar tak semakin gawat, Gubernur Provinsi Jilin Han Jun, berjanji akan meningkatkan meningkatkan pasokan listrik lokal dengan memperbesar skala impor batu bara. China, diketahui merupakan konsumen batu bara terbesar saat ini. Selain itu, hampir 60% ekonomi China ditenagai oleh batu bara.

Krisis batu bara di China, tentunya akan menjadi berkah bagi Indonesia karena bisa meningkatkan ekspor batu bara ke Negeri Tirai Bambu ini.

Apalagi, pada April tahun ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah meningkatkan kuota produksi sebesar 75 juta ton menjadi 625 juta ton dari rencana awal 550 juta ton. Adapun tambahan kuota produksi tersebut sepenuhnya bisa ditujukan untuk ekspor.

Sebagai gambaran, kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat US$ 247/ton. Meroket 9,41% dibandingkan posisi hari sebelumnya sekaligus jadi rekor tertinggi setidaknya sejak 2008.

Kenaikan harga batu bara memang luar biasa. Dalam sepekan terakhir, harga naik 25,97% secara point-to-point. Sejak akhir 2020 (ytd), harga si batu hitam melejit 183,23%.

12 Saham CPO dengan Kenaikan Tertinggi dalam Sebulan

Kode Ticker

% 1 Bulan

% Ytd

CSRA

38.71

14.36

BWPT

24.36

-31.94

TAPG*

22.58

280

SSMS

17.96

-21.20

AALI

16.42

-19.47

LSIP

13.33

-1.09

PALM

12.83

48.26

DSNG

11.76

-6.56

SIMP

9.68

13.33

SMAR

9.52

5.3

TBLA

8.75

6.95

SGRO

6.37

18.89

*TAPG melantai di bursa pada 12 April 2021

Sumber: Bursa Efek Indonesia (BEI) | per 5 Oktober 2021, pukul 10.45 WIB

Mengacu pada data di atas, lonjakan saham sawit tidak setinggi reli saham batu bara. Selain itu, beberapa saham emiten sawit tampaknya tidak bisa mendongkrak kinerja secara ytd di tengah tren kenaikan ini. Secara ytd, ada 5 saham yang malah ambles.

Adapun, saham PT Cisadane Sawit Raya Tbk (CSRA) menjadi pemuncak 'klasemen' dengan melesat 38,71% dalam sebulan dan terkerek naik 14,36% secara ytd.

Di posisi kedua, ada saham emiten sawit milik BUMN Malaysia Felda dan Grup Rajawali yang dikendalikan taipan Peter Sondakh PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) berhasil melesat 24,36%, tetapi ambles 31,94% secara ytd.

Sementara, saham emiten milik pengusaha TP Rachmat PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG), yang melantai di bursa sejak 12 April 2021, berhasil melaju kencang 22,58% dalam sebulan dan 'terbang' 280% sejak masa penawaran saham perdana (initial public/offering).

Permintaan CPO Naik & Harga Minyak Dunia Rekor

Peningkatan permintaan membuat harga CPO terangkat. Mengutip Reuters, impor CPO India pada September 2021 mencapai 1,4 juta ton. Naik dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sekaligus menjadi rekor tertinggi.

"Lonjakan impor disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang menurunkan bea masuk," ujar Sandeep Bajoria, CEO Sunvin Group.

Akhir Juni lalu, pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi memutuskan untuk menurunkan bea masuk CPO dari 10% menjadi 2,5%. Hal ini ditempuh agar harga produk olahan CPO turun sehingga tidak menggerus daya beli rakyat Negeri Bollywood.

Jelang akhir tahun, konsumsi rumah tangga di India mencapai puncaknya karena ada perayaan hari besar seperti Diwali dan Dhanteras. Menurunkan bea masuk CPO akan membuat harga produk olahannya (minyak goreng, mentega, sabun mandi, dan sebagainya) akan ikut turun. Dengan begitu, rumah tangga punya daya beli yang kuat.

Biasanya India mengandalkan minyak kedelai sebagai pengganti CPO. Namun tahun ini cuaca tidak bersahabat, hujan dengan intensitas tinggi membuat panen kedelai terhambat.

Kenaikan harga CPO akan membawa dampak positif kepada Indonesia. Sebab, Indonesia adalah negara produsen dan eksportir CPO terbesar dunia. Saat harga CPO naik, apalagi permintaan juga tinggi, maka Indonesia akan menikmati hasil yang luar biasa.

Selain itu, kenaikan harga CPO juga didorong oleh naiknya harga minyak bumi didorong oleh kabar terbaru dari pertemuan organisasi negara pengekspor minyak OPEC+.

Saat harga minyak bumi naik, maka insentif untuk menggunakan CPO sebagai alternatif bahan bakar nabati menjadi lebih tinggi.

Dalam pertemuan tersebut, Arab Saudi, Rusia, dan kolega sepakat untuk mempertahankan produksi seperti kesepakatan sebelumnya.

Beberapa waktu lalu, OPEC+ sepakat untuk menambah produksi minyak sebanyak 400.000 barel/hari/bulan hingga Desember 2021. Tidak ada tambahan lagi.

"Kami mengonfirmasi ulang rencana penyesuaian produksi yang sudah direncanakan," sebut pernyataan tertulis OPEC+.

Hal tersebut sontak membuat harga minyak mentah naik hari ini. Harga si emas hitam mencapai rekor tertinggi sejak 2018.

Pada Selasa (5/10), pukul 06:59 WIB, harga minyak jenis brent berada di US$ 81,26/barel. Melonjak 2,5% dari posisi hari sebelumnya dan menjadi yang tertinggi sejak 9 Oktober 2018.

Sementara, menurut data Refinitiv, pada perdagangan Selasa (5/10/2021), pukul 10.25 WIB, harga kontrak berjangka sawit di Bursa Derivatif Malaysia naik 1,94% ke MYR 4.672/ton dibandingkan hari sebelumnya. Hal ini terjadi seiring hasil survei pasar menunjukkan pengetatan persediaan pada September di tengah lesunya produksi CPO.

Adapun secara ytd, harga CPO sudah melesat 29,78%.

Menurut jajak pendapat Reuters, persediaan minyak sawit Malaysia pada akhir September diperkirakan akan sedikit berkurang dari rekor tertinggi selama 14 bulan terakhir yang dicapai pada bulan sebelumnya, seiring meroketnya ekspor mengimbangi sedikit kenaikan produksi.

Stok minyak sawit di negara produsen terbesar kedua di dunia itu kemungkinan turun 0,36% menjadi 1,87 juta ton, sementara produksi diramal naik 2,8% menjadi 1,75 juta ton.

Dewan Minyak Sawit Malaysia (The Malaysian Palm Oil Board) sendiri akan merilis data resmi pada 11 Oktober mendatang.

Asal tahu saja, menurut data BPS, ekspor CPO, melonjak 62,1% secara mom dan 168,3% secara yoy atau tahunan menjadi US$ 4,05 miliar pada bulan Agustus di tengah volume penjualan yang lebih tinggi dan harga yang meningkat (6,8% secara bulanan). Kemudian, ekspor batu bara tumbuh 22,01% secara bulanan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular