
Saham Batu Bara & CPO to The Moon, Yakin Kinerja Emiten Cuan?

Jakarta, CNBC Indonesia - Para investor berbondong-bondong memborong saham yang bergerak di bisnis pertambangan batu bara dan produsen minyak sawit (crude palm oil/CPO), di tengah lonjakan harga kedua komoditas tersebut akhir-akhir ini.
Kenaikan harga batu bara dan sawit menimbulkan ekspektasi dari investor bahwa pendapatan emiten produsennya akan meningkat juga.
Berkat reli kenaikan itu, batu bara dan sawit menjadi dua di antara sejumlah penopang utama pertumbuhan ekspor Indonesia selama Agustus 2021.
Mari kita bahas satu per satu dimulai dari saham batu bara.
11 Saham Batu Bara dengan Kenaikan Tertinggi dalam Sebulan dan Ytd
Kode Ticker | % 1 Bulan | % Ytd |
PKPK | 134.78 | 200.00 |
HRUM | 68.32 | 186.07 |
SMMT | 16.84 | 91.38 |
ITMG | 49.04 | 82.67 |
BYAN | 87.46 | 78.68 |
GEMS | 21.43 | 66.67 |
MBAP | 29.39 | 58.74 |
ADRO | 38.66 | 30.42 |
INDY | 55.23 | 24.28 |
BUMI | 58.93 | 23.61 |
PTBA | 27.19 | 3.20 |
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) di atas, setidaknya ada 11 saham emiten batu bara yang mencatatkan kenaikan tertinggi. Bahkan, ada yang 'meroket' hingga 200%.
Saham batu bara cenderung melesat sepanjang tahun ini (year to date/ytd), dengan saham PT Perdana Karya Perkasa Tbk (PKPK) memimpin kenaikan, yakni 134,78% selama sebulan terakhir dan mengangkasa 200,00% secara ytd.
Saham emiten milik taipan Kiki Barki, PT Harum Energy (HRUM), juga mencatatkan kinerja yang moncer, dengan melejit 68,32% dalam sebulan dan 'terbang' 186,07% sejak akhir Desember 2020.
Mengenai kinerja keuangan, secara umum, emiten batu bara mencatatkan rapor yang oke per semester I 2021.
PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), misalnya, membukukan laba bersih sebesar US$ 118 juta atau setara dengan Rp 1,71 triliun (kurs Rp 14.500/US$) pada paruh pertama tahun ini, naik signifikan hingga 312% dari periode yang sama 2020 sebesar US$ 29 juta atau setara dengan Rp 420,5 miliar.
Contoh lain, pertambangan baru bara BUMN, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) sepanjang semester I-2021 membukukan laba bersih senilai Rp 1,77 triliun. Laba ini tumbuh 38% secara tahunan (year on year/YoY) dari sebelumnya Rp 1,28 triliun di akhir Juni 2020.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan, pendapatan perusahaan secara YoY tumbuh 14,18% menjadi Rp 10,29 triliun dari sebelumnya senilai Rp 9,01 triliun.
Pendorong Kenaikan Harga Batu Bara
Lonjakan batu bara akhir-akhir ini ditopang oleh persediaan yang menipis di tengah permintaan yang meningkat karena pembukaan aktivitas ekonomi. Naiknya harga minyak dan gas juga mempengaruhi kinerja batu bara yang terus mencatatkan rekor harga tertinggi sepanjang masa.
Pergerakan harga komoditas dipengaruhi oleh demand and supply. Ketika permintaan (demand) meningkat sedangkan persediaan (supply) sedikit maka harga akan naik. Sebaliknya, ketika permintaan turun namun persediaan meningkat maka harga akan turun.
Apalagi, saat ini sejumlah negara di dunia sedang dilanda energi menjelang musim dingin tahun ini.
Kelangkaan pasokan dan naiknya harga gas, naiknya tarif bahkan padamnya listrik, serta sulitnya mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) menjadi beberapa alasannya.
Berdasarkan kompilasi pemberitaan CNBC International, setidaknya ada tiga negara di dunia yang sedang mengalami hal tersebut, yakni Inggris, China, India. Beberapa mengamankan komoditas, seperti batu bara, untuk kelangsungan listrik warganya.
Seiring dengan naiknya harga gas alam dan tarif listrik seiring dengan kenaikan permintaan gas sejak September lalu, Inggris akhirnya menghidupkan lagi pembangkit West Burton A untuk mengamankan listrik, pertama kali dalam enam bulan, sebelum pensiun 2022.
Sebagaimana diketahui, saat ini Inggris merupakan negara yang saat ini cukup intens dalam menggunakan gas untuk keperluan kelistrikannya dan secara drastis telah mengurangi ketergantungan batu bara.
"Batu bara masih akan digunakan di Inggris (dalam persentase kecil, 1,6%) sampai batu bara betul-betul akan dihapus dari sistem pada tahun 2024," kata Kedutaan Besar (Kedubes) Inggris di Jakarta kepada CNBC Indonesia.
Selain Inggris, China pun mengalami krisis energi dan listrik. Aktivitas pabrik China menyusut akibat pembatasan penggunaan listrik. Sebuah survei yang dirilis Kamis (30/9/2021), sebagaimana dikutip dari Guardian, menunjukkan aktivitas pabrik China mengalami kontraksi pada September.
Ini pertama kali terjadi kepada China sejak pandemi melanda pada Februari 2020. Krisis listrik di China terjadi ketika permintaan energi negara itu melonjak melewati tingkat pra-pandemi. Namun, pembatasan impor batu bara dari Australia akibat pertikaian politik, menekan pasokan komoditas itu.
Sementara itu, untuk mengamankan krisis listrik agar tak semakin gawat, Gubernur Provinsi Jilin Han Jun, berjanji akan meningkatkan meningkatkan pasokan listrik lokal dengan memperbesar skala impor batu bara. China, diketahui merupakan konsumen batu bara terbesar saat ini. Selain itu, hampir 60% ekonomi China ditenagai oleh batu bara.
Krisis batu bara di China, tentunya akan menjadi berkah bagi Indonesia karena bisa meningkatkan ekspor batu bara ke Negeri Tirai Bambu ini.
Apalagi, pada April tahun ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah meningkatkan kuota produksi sebesar 75 juta ton menjadi 625 juta ton dari rencana awal 550 juta ton. Adapun tambahan kuota produksi tersebut sepenuhnya bisa ditujukan untuk ekspor.
Sebagai gambaran, kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat US$ 247/ton. Meroket 9,41% dibandingkan posisi hari sebelumnya sekaligus jadi rekor tertinggi setidaknya sejak 2008.
Kenaikan harga batu bara memang luar biasa. Dalam sepekan terakhir, harga naik 25,97% secara point-to-point. Sejak akhir 2020 (ytd), harga si batu hitam melejit 183,23%.