Saham Batu Bara & CPO to The Moon, Yakin Kinerja Emiten Cuan?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
05 October 2021 12:35
Pekerja mengangkut kelapa sawit kedalam jip di Perkebunan sawit di kawasan Candali Bogor, Jawa Barat, Senin (13/9/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Kapal tongkang Batu Bara (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

12 Saham CPO dengan Kenaikan Tertinggi dalam Sebulan

Kode Ticker

% 1 Bulan

% Ytd

CSRA

38.71

14.36

BWPT

24.36

-31.94

TAPG*

22.58

280

SSMS

17.96

-21.20

AALI

16.42

-19.47

LSIP

13.33

-1.09

PALM

12.83

48.26

DSNG

11.76

-6.56

SIMP

9.68

13.33

SMAR

9.52

5.3

TBLA

8.75

6.95

SGRO

6.37

18.89

*TAPG melantai di bursa pada 12 April 2021

Sumber: Bursa Efek Indonesia (BEI) | per 5 Oktober 2021, pukul 10.45 WIB

Mengacu pada data di atas, lonjakan saham sawit tidak setinggi reli saham batu bara. Selain itu, beberapa saham emiten sawit tampaknya tidak bisa mendongkrak kinerja secara ytd di tengah tren kenaikan ini. Secara ytd, ada 5 saham yang malah ambles.

Adapun, saham PT Cisadane Sawit Raya Tbk (CSRA) menjadi pemuncak 'klasemen' dengan melesat 38,71% dalam sebulan dan terkerek naik 14,36% secara ytd.

Di posisi kedua, ada saham emiten sawit milik BUMN Malaysia Felda dan Grup Rajawali yang dikendalikan taipan Peter Sondakh PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) berhasil melesat 24,36%, tetapi ambles 31,94% secara ytd.

Sementara, saham emiten milik pengusaha TP Rachmat PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG), yang melantai di bursa sejak 12 April 2021, berhasil melaju kencang 22,58% dalam sebulan dan 'terbang' 280% sejak masa penawaran saham perdana (initial public/offering).

Permintaan CPO Naik & Harga Minyak Dunia Rekor

Peningkatan permintaan membuat harga CPO terangkat. Mengutip Reuters, impor CPO India pada September 2021 mencapai 1,4 juta ton. Naik dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sekaligus menjadi rekor tertinggi.

"Lonjakan impor disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang menurunkan bea masuk," ujar Sandeep Bajoria, CEO Sunvin Group.

Akhir Juni lalu, pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi memutuskan untuk menurunkan bea masuk CPO dari 10% menjadi 2,5%. Hal ini ditempuh agar harga produk olahan CPO turun sehingga tidak menggerus daya beli rakyat Negeri Bollywood.

Jelang akhir tahun, konsumsi rumah tangga di India mencapai puncaknya karena ada perayaan hari besar seperti Diwali dan Dhanteras. Menurunkan bea masuk CPO akan membuat harga produk olahannya (minyak goreng, mentega, sabun mandi, dan sebagainya) akan ikut turun. Dengan begitu, rumah tangga punya daya beli yang kuat.

Biasanya India mengandalkan minyak kedelai sebagai pengganti CPO. Namun tahun ini cuaca tidak bersahabat, hujan dengan intensitas tinggi membuat panen kedelai terhambat.

Kenaikan harga CPO akan membawa dampak positif kepada Indonesia. Sebab, Indonesia adalah negara produsen dan eksportir CPO terbesar dunia. Saat harga CPO naik, apalagi permintaan juga tinggi, maka Indonesia akan menikmati hasil yang luar biasa.

Selain itu, kenaikan harga CPO juga didorong oleh naiknya harga minyak bumi didorong oleh kabar terbaru dari pertemuan organisasi negara pengekspor minyak OPEC+.

Saat harga minyak bumi naik, maka insentif untuk menggunakan CPO sebagai alternatif bahan bakar nabati menjadi lebih tinggi.

Dalam pertemuan tersebut, Arab Saudi, Rusia, dan kolega sepakat untuk mempertahankan produksi seperti kesepakatan sebelumnya.

Beberapa waktu lalu, OPEC+ sepakat untuk menambah produksi minyak sebanyak 400.000 barel/hari/bulan hingga Desember 2021. Tidak ada tambahan lagi.

"Kami mengonfirmasi ulang rencana penyesuaian produksi yang sudah direncanakan," sebut pernyataan tertulis OPEC+.

Hal tersebut sontak membuat harga minyak mentah naik hari ini. Harga si emas hitam mencapai rekor tertinggi sejak 2018.

Pada Selasa (5/10), pukul 06:59 WIB, harga minyak jenis brent berada di US$ 81,26/barel. Melonjak 2,5% dari posisi hari sebelumnya dan menjadi yang tertinggi sejak 9 Oktober 2018.

Sementara, menurut data Refinitiv, pada perdagangan Selasa (5/10/2021), pukul 10.25 WIB, harga kontrak berjangka sawit di Bursa Derivatif Malaysia naik 1,94% ke MYR 4.672/ton dibandingkan hari sebelumnya. Hal ini terjadi seiring hasil survei pasar menunjukkan pengetatan persediaan pada September di tengah lesunya produksi CPO.

Adapun secara ytd, harga CPO sudah melesat 29,78%.

Menurut jajak pendapat Reuters, persediaan minyak sawit Malaysia pada akhir September diperkirakan akan sedikit berkurang dari rekor tertinggi selama 14 bulan terakhir yang dicapai pada bulan sebelumnya, seiring meroketnya ekspor mengimbangi sedikit kenaikan produksi.

Stok minyak sawit di negara produsen terbesar kedua di dunia itu kemungkinan turun 0,36% menjadi 1,87 juta ton, sementara produksi diramal naik 2,8% menjadi 1,75 juta ton.

Dewan Minyak Sawit Malaysia (The Malaysian Palm Oil Board) sendiri akan merilis data resmi pada 11 Oktober mendatang.

Asal tahu saja, menurut data BPS, ekspor CPO, melonjak 62,1% secara mom dan 168,3% secara yoy atau tahunan menjadi US$ 4,05 miliar pada bulan Agustus di tengah volume penjualan yang lebih tinggi dan harga yang meningkat (6,8% secara bulanan). Kemudian, ekspor batu bara tumbuh 22,01% secara bulanan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular