Booming Komoditas! September Batu Bara Jadi yang Terbaik

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
Jumat, 01/10/2021 16:10 WIB
Foto: Kapal tongkang Batu Bara (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga tiga komoditas acuan dunia sepanjang September 2021 berkinerja cukup baik, di mana harga batu bara menjadi yang paling terbaik di antara dua komoditas lainnya.

Sepanjang September 2021, harga batu bara melesat cukup tinggi, yakni 27,65% secara point-to-point. Per 30 September kemarin, harga batu bara Newcastle melesat ke level US$ 217/ton, menjadikannya sebagai komoditas terbaik pada September tahun ini.

Sedangkan penguatan paling rendah terjadi di komoditas minyak mentah jenis Brent yang hanya melesat 7,58% secara point-to-point sepanjang September. Per 30 September kemarin, harga minyak Brent menguat ke level US$ 78,52/barel.


Berikut kinerja harga tiga komoditas acuan sepanjang September 2021.

Salah satu faktor pendorong meroketnya harga batu bara acuan dunia hingga nyaris 28% dan menjadi komoditas terbaik sepanjang September tahun ini karena naiknya harga gas alam dunia, terkhusus di Eropa dalam sepekan terakhir.

Dalam sepekan terakhir, harga gas alam di Henry Hub (Oklahoma) melonjak 20,58%. Dalam periode tahun berjalan (year-to-date/YTD), harga gas melambung 136,31%.

Harga gas yang semakin mahal membuat biaya pembangkitan listrik dengan bahan bakar ini kian tidak ekonomis. Di Eropa, biaya pembangkitan listrik dengan gas alam adalah EUR 75,725/MWh pada 28 September 2021. Dengan batu bara, harganya hanya EUR 50,53/MWh. Ini membuat batu bara kembali menjadi primadona, bahkan di Eropa yang menjunjung tinggi isu ramah lingkungan.

"Menurut kajian kami, pembangkitan listrik dengan batu bara di Eropa naik hingga ke mendekati titik puncak. Kenaikan harga gas akan semakin mendorong pertumbuhan harga batu bara, seiring konsumsi yang semakin bertambah," sebut Toby Hassall, Analis Refinitiv, dalam risetnya.

Selain itu, melonjaknya harga batu bara sepanjang September tahun ini juga didorong oleh meningkatnya permintaan batu bara untuk pembangkit listrik di China, di kala kapasitas pasokan batu bara di Negeri Tirai Bambu terbatas.

Hal ini diutarakan oleh Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi, sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia.

Selain China, kenaikan permintaan batu bara juga datang dari Korea Selatan dan tentunya Eropa yang kini dilanda krisis energi karena melonjaknya harga gas di kawasan tersebut.

"Ini adalah angka yang cukup fenomenal dalam dekade terakhir," ungkap Agung dalam keterangan resmi, Senin (6/9/2021), dilansir dari CNN Indonesia.

Sementara itu di komoditas minyak mentah (crude palm oil/CPO), sepanjang September tahun ini mengalami penguatan hingga 8,02% ke level RM 4.595/ton, masih lebih rendah dari kenaikan harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) yang melonjak 9,53% ke level US$ 75,03/barel.

Harga CPO berkorelasi positif dengan harga minyak mentah. Disaat harga minyak mentah menguat, maka harga CPO cenderung mengikutinya. Hal ini karena CPO merupakan bahan baku biodiesel yang menjadi substitusi bahan bakar minyak mentah.

Selain itu, pandemi Covid-19 juga menjadi faktor penting yang menyebabkan kenaikan harga CPO. Efek pandemi berkaitan erat dengan kekurangan tenaga kerja di Malaysia sehingga produksi pun menjadi sedikit terhambat.

Adapun dari komoditas minyak mentah pada September tahun ini, minyak mentah jenis WTI menjadi yang paling 'cuan', dibandingkan dengan minyak mentah jenis Brent.

Dalam periode September 2021, minyak mentah WTI sudah melesat hingga 9,53%, sedangkan Brent melonjak 7,58%.

Kenaikan harga minyak mentah sepanjang September 2021 juga dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap kenaikan harga gas alam yang membuat ketatnya pasokan minyak mentah.

Kenaikan harga gas alam membuat dunia usaha harus mencari cara untuk menekan biaya demi bertahan hidup. Salah satu alternatif yang dipilih adalah bahan bakar minyak (BBM).

Alhasil di Eropa, BBM juga mulai langka akibat melonjaknya harga gas alam, sehingga para konsumen cenderung bersikap 'panic buying'.

Harga gas alam dunia yang turut mempengaruhi harga batu bara dan minyak mentah diakibatkan oleh dibukanya kembali ekonomi negara-negara setelah penguncian akibat Covid-19.

Ini dikombinasikan dengan masuknya musim dingin, yang mendorong permintaan lebih tinggi, baik di Eropa maupun Asia.

Pasokan gas juga berkurang akibat penghentian produksi di fasilitas milik Amerika Serikat (AS). Ini juga akibat pengetatan aturan pasar karbon di Uni Eropa (UE).

Ada juga isu manipulasi perusahaan gas Rusia, Gazprom, untuk mendongkrak harga. Belum lagi listrik tenaga angin yang tak maksimal berfungsi saat musim dingin.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Iran-Israel Bikin Harga Komoditas Naik, RI Diuntungkan?