
Saham Teknologi Berguguran, Dow Futures Anjlok 135 Poin

Jakarta, CNBC Indonesia - Kontrak berjangka (futures) indeks bursa Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan Selasa (28/9/2021), menyusul lonjakan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang menekan saham-saham teknologi.
Kontrak futures indeks Dow Jones Industrial Average anjlok 135 poin atau 0,4% dari nilai wajarnya. Kontrak serupa indeks S&P 500 ambles hingga 0,8% sementara Nasdaq terbanting hingga 1,5%.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun yang jadi acuan pasar menguat ke level 1,545% karena investor bertaruh bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan melakukan tapering (pengurangan pembelian obligasi di pasar) menyusul lonjakan inflasi.
Level tertinggi sejak Juni itu dicapai setelah The Fed mengindikasikan bahwa pembelian obligasi senilai US$ 120 miliar per bulan akan dikurangi "segera." Yield tersebut sempat melemah pada Agustus ke level 1,13%.
Saham teknologi anjlok di sesi pra-pembukaan karena kenaikan imbal hasil akan memicu lonjakan beban pembiayaan obligasi mereka, sehingga saham mereka menjadi kurang menarik. Imbal hasil tinggi juga akan membatasi pertumbuhan mereka.
Saham Facebook, Amazon, Apple, Netflix dan Alphabet (induk usaha Google) anjlok lebih dari 1% di sesi pra-pembukaan. Saham produsen chip seperti Nvidia dan AMD kompak anjlok 2%, sedangkan Tesla drop 1,6%. Sebaliknya, saham energi seperti Exxon melonjak setelah harga minyak jenis West Texas Intermedate (WTI) melampaui level US$ 76/barel.
"Kami memperkirakan kenaikan imbal hasil akan menguntungkan saham siklikal seperti keuangan dan energi ketimbang saham pertumbuhan seperti teknologi, yang mengalami tekanan lebih besar di prospek arus kas ke depan ketika imbal hasil meninggi," tutur Mark Haefele, Direktur Investasi UBS Global Wealth Management, seperti dikutip CNBC International.
Pasar juga akan memantau pidato bos The Fed Jerome Powell di depan Komite Perbankan Senat pada Selasa. Dalam teks pidato yang sudah disiapkan, Powell mengatakan bahwa inflasi bisa bertahan lebih lama dari ekspektasi.
"Seiring dengan pembukaan kembali ekonomi dan menguatnya lagi belanja, kami melihat tekanan ke atas pada harga khususnya terkait dengan sumbatan suplai di beberapa sektor," tuturnya.
Pekan lalu bank sentral mengindikasikan kesiapannya untuk memulai tapering. The Fed mempertahankan suku bunga acuannya di level sekarang dan membuka peluang sekali kenaikan pada tahun 2022, diikuti tiga kali kenaikan pada 2023 dan 2024.
Sepanjang September, Dow Jones anjlok 1,4%, sedangkan S&P 500 drop 1,8% dan Nasdaq drop 1,9%. Namun, sepanjang tahun berjalan, Dow Jones masih terhitung melesat 14%, demikian juga S&P 500 dan Nasdaq yang juga masih terhitung menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kebijakan Pajak Biden Perberat Pergerakan Dow Futures dkk