Internasional

Australia Bawa Kabar Baik Batu Bara cs, Tetap Jadi Primadona

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Senin, 27/09/2021 07:50 WIB
Foto: Scott Morrison (AP Photos/Rod McGuirk, File)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Australia menyatakan belum berencana untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dalam kegiatan industrinya. Hal ini bertentangan dengan beberapa negara lain seperti China dan Amerika Serikat (AS) yang terus menekankan komitmennya untuk menarik bahan bakar fosil dan pindah ke energi terbarukan.

Mengutip CNBC International Senin (27/9/2021), Perdana Menteri (PM) Scott Morrison mengatakan transisi ke energi terbarukan memerlukan waktu yang cukup panjang. Ini dikhawatirkan akan mengganggu aktivitas produksi di Negeri Kanguru.


"Tidak harus, karena perubahan itu akan terjadi seiring waktu," katanya.

"Kami sedang mengerjakan transisi dari bahan bakar dan teknologi utama yang akan tersedia dalam 20 hingga 30 tahun ke depan. Ini tidak terjadi dalam semalam."

Hal serupa juga ditimpali wakilnya, Barnaby Joyce, yang merupakan figur yang skeptis terhadap perubahan iklim. Ia berpendapat bahwa Australia memiliki cadangan energi fosil yang cukup banyak sehingga sumber energi itu masih bisa diandalkan.

"Kami melihatnya melalui mata untuk memastikan tidak ada yang kehilangan pekerjaan regional," tambah figur yang populer di kalangan pemilih pedesaan itu.

"Anda harus ingat, bahan bakar fosil adalah ekspor terbesar negara Anda dan jika Anda mengambil ekspor terbesar negara Anda, Anda harus menerima standar hidup yang lebih rendah."

Sebelumnya Australia sendiri telah mendapat tekanan dari beberapa lembaga internasional. Terbaru, IMF memaksa Canberra untuk merancang rencana pencapaian nol emisi pada pekan lalu dan akan menetapkan biaya pinjaman yang tinggi kepada negara di Selatan bumi itu.

Sebelumnya, perubahan iklim sendiri telah menjadi isu yang hangat dibicarakan pemimpin dunia. Beberapa pekan lalu, Sekjen PBB Antonio Guterres memperingatkan dunia berada di jalur "bencana" menuju pemanasan 2,7 derajat Celcius.

Angka tersebut telah mengancam kesepakatan Paris yang bertujuan untuk membatasi kenaikan suhu tidak lebih dari 1,5 derajat Celcius. Dari beberapa negara, dilaporkan bahwa negeri di wilayah Pasifik sangatlah terancam.

Permukaan air laut akan terus naik seiring dengan mencairnya es di kutub. Presiden AS Joe Biden pun sebelumnya menyebut bahwa kota Jakarta juga berada dalam ancaman tenggelam akibat bencana lingkungan ini.


(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Q1-2025, Ekonomi Australia Tumbuh 1,3% (yoy)