Tapering di Depan Mata, Rupiah Masih Perkasa, kok Bisa?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
23 September 2021 09:37
Dollar-Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengumuman kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) Kamis (23/9) dini hari tadi belum membuat rupiah terpuruk. Padahal, indeks dolar AS sedang menanjak, yang menjadi indikasi sentimen terhadap rupiah cukup bagus.

Begitu bel perdagangan berbunyi, rupiah langsung menguat 0,07% melawan dolar AS ke Rp 14.230/US$. Tetapi setelahnya rupiah berbalik melemah 0,07%, sebelum stagnan di Rp 14.240/US$ pada pukul 10:09 WIB.

Dini hari tadi The mengindikasikan tapering (pengurangan pembelian aset) akan segera dilakukan

"Jika semua kemajuan terus sesuai dengan ekspektasi, anggota Komite menilai pengurangan nilai pembelian aset bisa segera dilakukan," tulis pernyataan The Fed.

Indeks dolar AS yang sebelumnya melemah langsung berbalik menguat 0,28% pasca pengumuman tersebut. Pagi ini, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini naik lagi meski tipis kurang dari 0,1%.

Meski dolar AS terus menanjak, rupiah masih cukup kuat menahan tekanan. Sebab sinyal tapering The Fed masih sesuai dengan prediksi pasar. Tapering akan diumumkan pada bulan November, dan pertama dilakukan pada Desember.

Powell dalam konferensi persnya angota Komite (Federal Open Market Committee/FOMC) sudah siap untuk melakukan tapering, meski saat ini belum membuat keputusan.

"Saat ini belum ada keputusan (kapan tapering dilakukan), anggota FOMC umumnya melihat selama pemulihan ekonomi berada pada jalurnya, tapering secara bertahap bisa dilakukan dan akan selesai pada pertengahan tahun depan," kata Powell sebagaimana dilansir CNBC International.

The Fed yang belum mengumumkan tapering dini hari tadi dianggap dovish oleh sebagian pelaku pasar, sehingga rupiah masih bisa membendung penguatan dolar AS.

"Pengumuman tapering kemungkinan akan dilakukan pada November, fakta bahwa mereka tidak melakukan hari ini menunjukkan FOMC masih dovish," kata Peter Boockvarm kepala investasi di Bleakley Advisory Group.

Tapering yang akan dilakukan di akhir tahun ini pun diyakini tidak akan berdampak besar seperti 2013 oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, saat mengumumkan kebijakan moneter Selasa lalu.

"Insya Allah dengan berbagai asesmen, kondisi ekonomi, dan pengalaman yang kami lakukan, dampak tapering The Fed bisa diantisipasi secara baik dan lebih rendah dibandingkan taper tantrum pada 2013," tegas Perry dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI periode September 2021, Selasa (21/9/2021).

Menurut Perry, ada tiga alasan. Satu, The Federal Reserve/The Fed melakukan komunikasi yang baik kepada investor, media massa, dan masyarakat.
Dengan komunikasi yang baik, lanjut Perry, pasar pun tidak 'meledak-ledak'.

Dua, BI menjalin kerja sama dengan pemerintah untuk melakukan stabilisasi di pasar. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, BI tetap menjalankan intervensi di tiga pasar (triple intervention) yaitu di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forwards (DNDF), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN).

Tiga, tambah Perry, ketahanan ekonomi domestik sudah jauh lebih baik. Defisit transaksi berjalan (current account deficit) relatif sehat di 0,6-1,4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dibandingkan 2018 yang di atas 3% PDB. Kemudian cadangan devisa mencapai lebih dari US$ 144 miliar.

Sementara itu, rupiah meredanya kecemasan akan kasus gagal bayar raksasa properti China Evergrande Group, membuat sentimen pelaku pasar cukup bagus. Saat sentimen pelaku pasar bagus, rupiah cukup diuntungkan. Saham Evergrande hari ini meroket lebih dari 20%, yang membuat bursa saham Asia lainnya menghijau.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Awas Zonk! Dolar AS Menguat Saat Makin Banyak "Dibuang"

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular