Bursa Asia Mulai Menunjukkan Tanda Bangkit, tapi Kospi Merah
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia dibuka cenderung menguat pada perdagangan Kamis (23/9/2021), merespons positif dari keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) terkait suku bunga acuan, sembari memantau perkembangan seputar krisis likuiditas Evergrande Group.
Indeks Hang Seng Hong Kong dibuka meroket 2,18%, Shanghai Composite China melesat 0,7%, dan Straits Times Singapura menguat 0,42%.
Namun untuk indeks KOSPI Korea Selatan dibuka merosot 0,88%, setelah selama tiga hari terakhir tidak dibuka karena sedang libur nasional.
Sementara untuk pasar saham Jepang pada hari ini tidak dibuka karena sedang libur nasional memperingati hari Shubun no Hi (Ekuinoks Musim Gugur).
Perkembangan masalah keuangan Evergrande terus dipantau oleh investor, di mana pada Rabu (22/9/2021) sore kemarin, Unit utama Evergrande, yakni Henda mengumumkan bahwa pihaknya akan membayar kupon obligasi hari ini.
Namun hingga kini, perseroan belum mengatakan lebih lanjut dari pembayaran bunga obligasi Evergrande dalam denominasi dolar Amerika Serikat (AS).
Selagi terus memantau perkembangan terbaru Evergrande, investor juga akan kembali memantau pergerakan indeks Hang Seng, setelah sehari sebelumnya tidak dibuka karena sedang libur nasional.
Di lain sisi, investor Asia juga cenderung optimis setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kembali mempertahankan suku bunga acuannya dini hari tadi waktu Indonesia.
Sikap The Fed yang masih terlihat dovish membuat tiga indeks utama di bursa Wall Street berhasil rebound dan ditutup melesat 1%.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melonjak 1% ke level 34.258,32, S&P 500 berakhir melesat 0,95% ke posisi 4.395,66, dan Nasdaq Composite China meroket 1,02% ke level 14.896,85.
The Fed pada dini hari tadi waktu Indonesia memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuannya di level 0-0,25%.
Namun meskipun sikap The Fed masih terlihat dovish, program pengurangan obligasi (tapering) sepertinya tetap akan dilakukan pada tahun ini, di mana The Fed menegaskan akan mulai melakukan program pengurangan obligasi itu November tahun ini dan menyelesaikan prosesnya pertengahan tahun 2022.
Tapering bisa dimulai setelah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) The Fed pada 2-3 November mendatang.
"Selama pertumbuhan pekerjaan AS hingga September cukup kuat," tulis Reuters memuat pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell, Rabu (23/9/2021) waktu setempat, ketika menjelaskan penarikan pembelian obligasi bulanan US$ 120 miliar tersebut.
The Fed pun mengisyaratkan akan ada kenaikan suku bunga lebih cepat dari yang diharapkan. Secara garis besar, ekonomi ke depan dipandang terus membaik sehingga 'stimulus' yang selama ini diberikan bisa dikurangi.
"Secara keseluruhan, pernyataan dan proyeksi The Fed mungkin sedikit lebih hawkish daripada yang diperkirakan banyak orang. The Fed pada dasarnya mengakui bahwa jika ekonomi terus tumbuh seperti yang telah kita lihat. Itu akan menjamin pengurangan (tapering off) terjadi," kata Kepala Investasi CFRA Research di New York, Sam Stovall.
Di lain sisi, The Fed dalam proyeksi ekonomi AS yang disebut dot plot memangkas proyeksi ekonomi Negeri Paman Sam pada tahun ini. Proyeksi produk domestik bruto (PDB) AS tahun 2021 yang sebelumnya diprediksi tumbuh 7% direvisi menjadi 5,9%.
Proyeksi juga mengisyaratkan bahwa anggota FOMC melihat inflasi lebih kuat dari proyeksi sebelumnya pada Juni lalu.
Inflasi inti diproyeksikan meningkat 3,7% pada tahun ini, naik dari perkiraan Juni lalu sebesar 3%. Sedangkan inflasi tahun 2022 diproyeksikan mencapai 2,3%, juga naik dari proyeksi sebelumnya sebesar 2,1%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)