Analisis

Utang Evergrande Bikin Horor, Utang Emiten RI Ini juga Jumbo!

Market - Ferry Sandria, CNBC Indonesia
22 September 2021 12:35
FILE PHOTO: People gather to demand repayment of loans and financial products at the lobby of Evergrande's Shenzhen headquarter, Guangdong province, China September 13, 2021. REUTERS/David Kirton/File Photo Foto: REUTERS/DAVID KIRTON

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa hari terakhir pasar modal dihebohkan oleh kabar potensi gagal bayar alias default raksasa properti asal China, Evergrande. Bahkan pada Senin lalu (20/9), kekhawatiran investor menyebabkan indeks harga saham acuan bursa Hong Kong (Hang Seng Index) sempat anjlok hingga 4%.

Potensi gagal bayar Evergrande juga berpotensi dapat menyebar ke pasar di luar China karena memiliki obligasi luar negeri yang besar dan berbunga tinggi.

UBS memperkirakan sekitar US$ 19 miliar atau setara Rp 272 triliun (kurs Rp 14.300/US$) dari kewajiban Evergrande terdiri dari obligasi yang beredar di luar negeri.

Selain itu efek domino ini juga dapat menyeret pasar modal RI juga akibat turunnya kepercayaan publik dan kekhawatiran investor.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, juga mengakui dan mengatakan masalah gagal bayar Evergrande menjadi salah satu yang dipantau oleh BI saat ini.

"Dampak yang terjadi di Tiongkok memang berpengaruh terhadap ketidakpastian pasar keuangan global," papar Perry dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur BI edisi September 2021, Selasa (21/9/2021).

"Dulu [ketidakpastian] tinggi, terus mereda, dan dalam jangka pendek terpengaruh yang terjadi di Tiongkok, kegagalan bayar korporasi tadi. Dengan perkembangan-perkembangan ekonomi yang membaik di Indonesia. Perkembangan pasar modal di Indonesia akan mencerminkan kondisi fundamental dibandingkan teknikal," jelas Perry.

Lalu bagaimana kondisi keuangan dari emiten dalam negeri, khususnya terkait utang dan likuiditas perusahaan?

Sektor mana yang memiliki jumlah utang besar atau memiliki likuiditas terbatas?

Berikut Tim Riset CNBC Indonesia coba membandingkan tingkat likuiditas yang dihitung dari rasio utang terhadap ekuitas emiten di beberapa sektor yang butuh dana belanja modal besar, di antaranya seperti konstruksi, pertambangan dan telekomunikasi.

Emiten yang dimaksud adalah PT Adhi Karya Tbk (ADHI), PT PP Tbk (PTPP), PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), empat emiten karya BUMN dari sektor konstruksi.

Selanjutnya dari sektor pertambangan ada PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Adaro Energi Tbk (ADRO), PT United Tractors Tbk (UNTR) dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI).

Sedangkan dari sektor telekomunikasi terdapat tiga emiten operator seluler dan dua emiten pengelola menara. Kelima emiten tersebut adalah PT Telkom Indonesia (TLKM), PT Indosat Tbk (ISAT), PT XL Axiata Tbk (EXCL), PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG).

Sedangkan satu emiten lain yang juga menarik untuk dilihat adalah PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) yang bergerak di industri dasar dan kimia dan merupakan produsen baja utama di Indonesia.

Sebagai catatan, ini hanya merupakan gambaran kasar mengenai kemampuan emiten dari beberapa sektor pada modal untuk membayar utang perusahaan.

Analisis mendalam mengenai utang perusahaan tentu akan membutuhkan lebih banyak variabel dan 'alat bedah' tambahan yang perlu diterapkan.

NEXT: Simak Emiten dengan DER Tinggi

Deretan Emiten dengan Tingkat DER Tinggi
BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :
1 2

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading