
Utang Evergrande Bikin Horor, Utang Emiten RI Ini juga Jumbo!

Berikut Tim CNBC Indonesia menyajikan data rasio utang terhadap ekuitas (debt equity ratio/DER) perusahaan hingga semeter pertama tahun 2021.
Debt to Equity Ratio atau DER adalah rasio utang terhadap ekuitas atau rasio keuangan yang membandingkan jumlah utang dengan ekuitas, perhitungannya jumlah kewajiban dibagi dengan ekuitas perusahaan.
![]() Tingkat DER emiten, data per semester I-2021/BEI |
Data di atas menunjukkan bahwa rasio yang paling bagus dicatatkan oleh emiten terpilih dari sektor pertambangan.
Emiten dengan utang terbanyak dari sektor pertambangan adalah anak usaha Grup Astra, UNTR dengan jumlah utang Rp 39,20 triliun kemudian disusul oleh Adaro dengan total US$ 2,69 miliar atau setara dengan Rp 38,47 triliun (kurs Rp 14.300/US$).
Berbeda dengan emiten lain di sektor pertambangan, BUMI menjadi emiten dengan rasio utang terhadap ekuitas paling besar. Hal ini menunjukkan likuiditas BUMI yang dapat dikatakan seret, DER perusahaan tercatat sebesar 1500% (DER 15 kali).
Liabilitas BUMI semester pertama tahun ini mencapai US$ 3,30 miliar, sedikit lebih kecil dari total keseluruhan aset perusahaan yang berada di angka US$ 3,52 miliar.
Berada di bawah BUMI adalah emiten yang baru saja melaporkan laba bersih setelah bertahun-tahun rugi. Krakatau Steel boleh saja bangga dengan capaian positif tersebut, akan tetapi masih banyak pembenahan yang perlu dilakukan oleh perusahaan termasuk upaya restrukturisasi utang yang angkanya masih fantastis dan bila menggelembung lagi bisa menyebabkan defisien modal perusahaan.
Jika hanya melihat dari nominal saja, utang Telkom merupakan yang paling besar mencapai Rp 153,87 triliun. Akan tetapi dikarenakan asetnya jauh lebih besar dari liabilitas, menyebabkan ekuitas relatif stabil dan DER perusahaan berada di angka 140%.
Keempat emiten lain dengan fokus bisnis di sektor telekomunikasi mencatatkan rasio utang terhadap ekuitas lebih besar dari 200%, yang berarti jumlah utang perusahaan lebih besar dari ekuitas yang dimiliki.
Hal ini tidak serta merta buruk, akan tetapi perusahaan dengan ekuitas lebih besar dari liabilitas tentu memiliki keleluasaan dan likuiditas lebih baik. DER terbesar di sektor telekomunikasi dicatatkan oleh TBIG yang disusul oleh ISAT.
Terakhir adalah sektor konstruksi yang merupakan sektor dengan performa terburuk, tercatat keempat emiten karya menempati paruh atas daftar emiten yang dievaluasi.
Hal ini sebenarnya cukup wajar mengingat tingginya modal kerja dan biaya operasi di awal proyek dan waktu pengembalian atas modal yang dikeluarkan juga relatif lebih lama.
Meskipun demikian kondisi ini juga merupakan lampu merah bagi emiten karya, yang perlu melakukan restrukturisasi demi menjaga likuiditas perusahaan di level yang lebih baik. DER ADHI dan Waskita tercatat nyaris mencapai 600%, sedangkan PTPP dan WIKA hampir menyentuh angka 300%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
