
Utang Sudah Rp 400.000 Triliun, Amerika Mau Nambah Lagi!

Plafon utang sudah berulang kali menjadi isu politik di Amerika Serikat. Shutdown juga pernah terjadi berkali-kali. Sebelumnya isu kenaikan plafon utang terjadi di era Presiden AS ke-45, Donald Trump. Saat itu pemerintahan Amerika Serikat mengalami shutdown selama 35 hari pada periode Desember 2018 hingga Januari 2019.
Shutdown tersebut menjadi yang terpanjang dalam sejarah Amerika Serikat. Sebanyak 300 ribu pegawai pemerintah dirumahkan. Selain itu, PDB juga terpangkas. Pada kuartal IV-2018, PDB terpangkas sebesar 0,1%, sementara di kuartal I-2019 sebesar 0,2%, berdasarkan analisis Congressional Budget Office, sebagaimana dikutip CNBC International.
Saat itu, perekonomian AS masih bagus, sementara saat ini masih dalam fase pemulihan dari pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19), oleh karena itu dampaknya bisa lebih besar lagi.
Meski demikian, Partai Republik menolak mendukung kenaikan batas utang tersebut. Senator partai Republik dari Lousiana, Bill Casssidy mengatakan Partai Demokrat ingin menaikkan batas utang tersebut untuk membiayai rencana proyek triliunan dolar AS yang disebut "Democrat wish list".
Sementara itu Yellen mengatakan kenaikan plafon utang akan digunakan untuk membayar kewajiban di masa lalu. Mantan ketua bank sentral AS ini juga menyatakan terlalu lama menunda kenaikan batas utang akan menyebabkan lebih banyak masalah. Berkaca dari 2011, ditundanya kenaikan batas utang membuat pemerintah AS nyaris mengalami default, dan terjadi penurunan tingkat kredit.
Lembaga pemeringkat utang, S&P pada tahun 2011 untuk pertama kalinya memberikan peringkat utang AS di bawah AAA.
"Penundaan kenaikan batas utang dapat menyebabkan gangguan besar di pasar keuangan yang berlangsung selama berbulan-bulan. Baik penundaan maupun default tidak bisa ditoleransi," kata Yellen.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]