
Ekonomi China Goyang, Kurs Dolar Australia Ikut Tumbang

Jakarta, CNBC Indonesia - Data ekonomi yang buruk datang dari China pada hari ini Rabu (15/6/2021), dampaknya pun dirasakan hingga ke Australia. Mata Uang Negeri Kanguru ini menjadi melemah melawan rupiah.
Melansir data dari Refinitiv, dolar Australia hari ini sempat melemah 0,27% ke Rp 10.396,62/AU$ di pasar spot, setelah merosot 0,7% kemarin.
Data dari China hari ini menunjukkan penjualan ritel bulan Agustus tumbuh 2,5% dari tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Pertumbuhan tersebut terlihat tinggi, tetapi sebenarnya sangat jauh di bawah prediksi para analis yang disurvei Reuters, yang memprediksi pertumbuhan sebesar 7% YoY.
Di saat yang sama, pertumbuhan produksi industri sebesar 5,3% YoY, juga di bawah prediksi 5,8% YoY.
Data-data tersebut dikhawatirkan menunjukkan kembali goyangnya perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut akibat penyebaran virus corona yang baru-baru ini kembali melanda China. Ketika virus corona kembali menyebar pada akhir Juli hingga pertengahan Agustus, pemerintah China langsung dengan tegas melakukan lockdown.
"Sulit bagi penjualan ritel kembali ke level sebelum pandemi, sebab pemerintah menerapkan kebijakan tanpa toleransi (langsung lockdown)," kata Larry Hu, kelapa ekonomi di Macquarie, sebagaimana dilansir CNBC International.
China merupakan mitra dagang utama Australia, ketika perekonomian mulai goyang maka permintaan impor bahan baku berisiko menurun. Alhasil, perekonomian Australia juga terkena dampaknya.
Apalagi, di kuartal ini perekonomian Australia berisiko mengalami kontraksi lagi. Gubernur bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA), Philip Lowe, kemarin mengatakan lockdown yang dilakukan di Australia akibat penyebaran virus corona (Covid-19) akan menyebabkan kontraksi yang dalam ke perekonomian di kuartal III-2021.
Tetapi, Lowe optimis pereonomian akan cepat pulih dalam beberapa bulan ke depan ketika pembatasan sosial dilonggarkan.
Meski demikian, Lowe juga menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat. Lowe menyentil ekspektasi pasar yang memperkirakan suku bunga akan dinaikkan di akhir 2022 atau awal 2023.
"Ekspektasi ini sulit untuk diterima jika melihat gambaran yang saya berikan (mengenai kondisi ekonomi) dan saya sulit mengerti kenapa pasar memperkirakan suku bunga akan naik akhir tahun depan, atau awal 2023," kata Lowe, sebagaimana dilansir Reuters.
"Di negara lain, suku bunga mungkin akan dinaikkan pada waktu itu, tetapi rata-rata upah dan inflasi yang kita miliki tidak sama," tambahnya.
Hal tersebut membuat dolar Australia kemarin terpuruk.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022
