
Booming CPO! Ini Dia Raksasa Penguasa Kebun Sawit di RI

Grup Sampoerna
Meskipun bisnis utamanya adalah produk turunan tembakau, Grup Sampoerna juga tidak mau kehilangan pangsa pasar CPO yang cukup menjanjikan, konglomerasi bisnis ini hadir melalui PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) yang berlokasi di Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, dan Riau.
Pendapatan SGRO semeter pertama meningkat 66% menjadi Rp 2,66 triliun dari semula Rp 1,60 triliun pada tengah tahun lalu. Hal ini ikut menggenjot laba perusahaan yang terbang menjadi Rp 386,86 miliar dari sebelumnya hanya mampu mencatatkan laba Rp 971 juta yang salah satunya diakibatkan oleh krisis awal pandemi.
Grup Triputra
Triputra Group melalui PT. Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) meramaikan kompetisi usaha agribisnis nasional. Meski memulai usaha di industri perkayuan pada tahun 1980 dab baru memulai ekspansi ke bisnis kelapa sawit secara resmi pada 1996, perusahaan ini telah berkembang dan menjadi pemain penting di dunia kelapa sawit Indonesia.
Reli harga CPO, berkontribusi terhadap peningkatan laba DSNG semester pertama tahun ini yang tercatat naik 14% menjadi Rp 207,50 miliar dari sebelumnya Rp 181,74 miliar pada posisi akhir Juni tahun lalu. Pendapatan perusahaan tercatat mengalami kenaikan tipis menjadi Rp 3,30 triliun dari semula Rp 3,15 triliun.
Pemain Medioker
Selain dari konglomerasi yang disebutkan di atas beberapa emiten sawit lainnya juga membukukan kinerja positif akibat kenaikan harga CPO. Emiten yang baru melantai di bursa tahun lalu, PT Pinago Utama Tbk (PNGO) pada tengah tahun ini mencatatkan laba bersih Rp 120,21 miliar dari semula rugi Rp 2,19 miliar. Emiten sawit lain PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT) juga membukan laba US$ 12,58 juta pada enam bulan awal tahun ini, membaik dari kondisi rugi US$ 5,40 juta pada tengah tahun lalu.
Emiten sawit yang didirikan oleh taipan perkebunan Abdul Rasyid di Kalimantan Tengah, PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) belum melaporkan kinerja keuangan kuartal kedua. Akan tetapi hingga akhir Maret tahun ini perusahaan mencatatkan laba Rp 174,11 miliar dari kondisi rugi Rp 338,96 pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Meskipun sebagian besar emiten sawit mencatatkan kinerja gemilang akibat kenaikan harga CPO, masih terdapat dua emiten yang mengalami kerugian, setidaknya hingga akhir kuartal pertama tahun ini, mengingat kedua perusahaan ini belum melaporkan kinerja tengah tahun. Kerugian ini tetap terjadi di tengah pendapatan kedua perusahaan yang tercatat naik
Kedua perusahaan tersebut adalah unit bisnis perkebunan Grup Bakrie yaitu PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) dan bisnis perkebunan Peter Sondakh PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT).
Bakrie Plantation mencatat kerugian bersih Rp 310,87 miliar, jauh membaik dari total rugi Maret 2020 yang mencapai Rp 1,52 triliun. Sebaliknya rugi Eagle Plantation malah membengkak menjadi Rp 1,65 triliun dari semula Rp 416,82 miliar.
(hps/hps)[Gambas:Video CNBC]