Dikejar Satgas, Siapa Thee Ning Khong yang Nunggak Dana BLBI?
Jakarta, CNBC Indonesia - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) memanggil 13 nama debitur pengemplang dana BLBI.
Hal tersebut diumumkan langsung oleh Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban melalui surat pengumuman di surat kabar nasional yang dikutip CNBC Indonesia, Selasa (14/9/2021).
Salah satu nama yang dipanggil Satgas adalah komisaris utama emiten produsen baja beton PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW) Thee Ning Khong.
Menurut surat pengumuman tersebut, Thee Ning Khong harus menyelesaikan hak tagih negara dana BLBI setidak-tidaknya sebesar Rp 90.667.982.747 (Rp 90,67 miliar).
Informasi saja, Thee Ning Khong ikut menerima dana BLBI lantaran ia adalah eks pemilik Bank Baja Internasional yang menjadi salah satu bank bermasalah waktu itu dan mendapatkan sokongan dari dana BLBI tersebut.
Menurut pemberitaan Detikcom pada 27 April 2004, Bank Baja Internasional masuk ke dalam daftar 50 BBO/BBKU (Bank Beku Operasi/Bank Beku Kegiatan Usaha) yang secara resmi dilikuidasi oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Sebenarnya, JKSW dan perusahaan yang berelasi dengannya yakni PT Jakarta Steel Megah Utama, juga termasuk 13 daftar di atas. Kedua perusahaan tersebut memiliki utang dana BLBI masing-masing sebesar Rp 86.347.894.759 (Rp 86,35 miliar) dan Rp 69.080.367.807 (Rp 69,08 miliar).
Lantas, siapakah sebenarnya Thee Ning Khong?
Menurut laporan tahunan JKSW tahun 2020, Thee Ning Khong adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang lahir di Bandung pada 76 tahun silam.
Ia memang tidak asing dengan industri baja, lantaran sejak 1969 Thee Ning Khong menjadi pemilik dan pimpinan PT Fumira.
Kemudian, karier di dunia bajanya berlanjut dengan menjadi pelopor di PT Budidharma, PT Jakarta Prima Steel Industry, PT Maxifero Steel Industry, PT Jakarta Cakratunggal Steel Mills dan JKSW.
Selanjutnya, sejak 1989 sampai 1994 Thee Ning Khong menjabat managing director di perusahaan-perusahaan properti, seperti perusahaan kawasan industri milik Argo Manunggal Group yang dikendalikan keluarga The Ning King PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST).
Catatan saja, BEST melantai di bursa pada 10 April 2021, jauh setelah Thee Ning Khong bekerja di sana.
Selain di BEST, Thee Ning Khong juga sempat menjadi direktur di perusahaan properti The Ning King lainnya, yakni anak usaha emiten properti PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI), PT Alfa Goldland Realty.
Saat ini, Thee Ning Khong juga menjabat Direktur Utama PT Jakarta Steel Megah Utama. Adapun di JKSW, Thee Ning Khong sudah bergabung sejak 1995 sebagai Komisaris Utama Perseroan.
Sayangnya, lantaran terbatasnya informasi yang tersedia, Tim Riset CNBC Indonesia belum dapat memastikan hubungan kekerabatan--jika memang ada--antara Thee Ning Khong dan The Ning King, selain fakta bahwa Thee Ning Khong sempat bekerja di perusahaan The Ning King dan bahwa keduanya sama-sama dilahirkan di Bandung.
The Ning King juga sempat tersandung kasus BLBI yang mana ia adalah pemilik Bank Danahutama yang ikut berutang ke negara.
Namun, menurut pemberitaan Detikcom pada 7 Februari 2006, The Ning King ternyata masuk ke daftar nama debitur yang mengantongi Surat Keterangan Lunas (SKL) dari BPPN (badan ini bubar pada 30 April 2004).
SKL merupakan bukti jaminan pembebasan dari tuntutan hukum atau yang biasa disebut release and discharge.
NEXT: Nasib JKSW: Defisiensi Modal dan Terancam Delisting
(adf/adf)