
Jababeka Masih Puasa Dividen, Sibuk Refinancing Global Bond

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten pengembang kota terpadu dan kawasan industri di Cikarang, PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA), menyatakan tidak akan membagikan dividen atas laba bersih untuk tahun buku yang berakhir pada tanggal-tanggal 31 Desember 2018 dan 2019.
Adapun untuk tahun 2020, pengelola Kawasan Jababeka ini tidak mencetak laba alias masih merugi sehingga tak ada bagi-bagi dividen.
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang diadakan 8 September lalu, agenda pertama yakni persetujuan untuk pemberian dispensasi atas keterlambatan penyelenggaraan RUPS Tahunan perseroan untuk tahun buku yang berakhir tanggal 31 Desember 2019.
Hasilnya, pemegang saham setuju untuk menyisihkan masing-masing sebesar Rp 50 miliar dari laba bersih tahun 2018 dan 2019 sebagai cadangan.
Pemegang saham juga menyetujui agar sisa laba bersih pada tahun 2018 dan 2019 setelah dikurangi cadangan akan dicatatkan sebagai laba yang ditahan.
![]() Hasil RUPST KIJA, dok BEI |
Berdasarkan laporan keuangan konsolidasi tahunan, sepanjang tahun 2020 lalu perusahaan mengalami kerugian bersih sebesar Rp 47,79 miliar.
Kondisi ini berbalik dari semula untung Rp 118,80 miliar pada tahun 2019 dan laba bersih tahun 2018 sebesar Rp 40,97 miliar. Pada akhir tahun 2020, saldo laba ditahan perusahaan yang belum ditentukan penggunaannya sebesar Rp 1,95 triliun.
Selain persetujuan penggunaan laba, pemegang saham juga menyetujui rencana perseroan untuk melakukan refinancing (pembiayaan kembali) atas surat utang global yang akan jatuh tempo pada 2023.
Sebelumnya KIJA sudah pernah menyampaikan bahwa perusahaan berencana menerbitkan surat utang baru dalam denominasi dolar AS senilai US$ 350 juta atau setara Rp 4,93 triliun dengan mengacu kurs tengah Bank Indonesia pada 31 Desember 2020.
Penerbitan surat utang baru tersebut dilakukan untuk melakukan pembelian kembali dan pelunasan pembayaran atas surat utang senior sejumlah US$ 300 juta yang diterbitkan oleh Jababeka International B.V. (JIBV) yang akan jatuh tempo pada tahun 2023.
Selain untuk pelunasan surat utang lama, dana yang diperoleh tersebut akan digunakan untuk membiayai anak usaha untuk mendukung pertumbuhan usaha pada masa yang akan datang.
Sebagai informasi, surat utang lama senilai US$ 300 juta tersebut sempat ramai pada tahun 2019 lalu yang membuat Jababeka terancam gagal bayar (default).
Catatan CNBC Indonesia, pada 15 November 2017 lalu, JIBV menerbitkan guaranteed senior notes 2023 (Further Notes) sebesar US$ 110,85 juta. Further notes tersebut merupakan terbitan lanjutan dari jenis surat utang yang sama pada 5 dan 19 Oktober 2016 senilai US$ 189,15 juta.
Surat utang tersebut dikenakan suku bunga 6,5% yang dibayarkan tiap semester. Guaranteed senior notes 2023 tersebut diterbitkan berdasarkan perjanjian antara JIBV, KIJA, dan The Bank of New York Mellon sebagai wali amanat.
Sampai dengan 31 Juni 2021, emiten bersandi KIJA ini tercatat masih membukukan kerugian senilai Rp 142,76 miliar dengan pendapatan usaha sebesar Rp 1,11 triliun.
Ekuitas perseroan sampai dengan enam bulan pertama tahun ini tercatat senilai Rp 6,15 triliun, yang terdiri dari aset sebesar Rp 12,35 triliun yang terdiri dari liabilitas Rp 6,20 triliun.
Pada perdagangan sesi I Senin (13/9) di pasar modal, saham KIJA tercatat turun 2,55% ke level Rp 153/saham dengan kapitalisasi Rp 3,19 triliun. Dalam sepekan saham ini melemah 4%, selama sebulan terakhir menyusut 9% dan sejak awal tahun telah terkoreksi 29%.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Babak Baru Kisruh Jababeka, Manajemen Lama Menang!
