Saham Turun, Emas Anjlok, Bitcoin Jeblok! Pertanda Apa Ini?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 September 2021 10:45
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Sebelum The Fed, beberapa bank sentral dunia sudah mengurangi nilai pembelian asetnya, meski menolak menyebutnya sebagai tapering.

Bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) sudah mengurangi nilai QE pada Mei lalu, kemudian bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA), bank sentral Korea Selatan (Bank of Korea/BoK) bahkan sudah menaikkan suku bunga acuannya. Yang terbaru bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB).

"Berdasarkan penilaian bersama terkait kondisi finansial dan outlook inflasi, Dewan Gubernur memutuskan untuk melanjutkan program PEPP dengan menurunkan nilainya secara moderat dibandingkan dua kuartal sebelumnya," tulis pernyataan ECB sebagaimana dikutip CNBC International, Kamis (9/9/2021).

Dalam dua kuartal sebelumnya, nilai pembelian aset ECB sebesar 80 miliar euro per bulan, selanjutnya para analis memprediksi nilainya akan turun menjadi 70 miliar euro hingga 60 miliar euro.

Meski nilai program pembelian obligasinya dikurangi, tetapi Lagarde kepada media menyatakan hal tersebut bukanlah tapering. "The lady isn't tapering" kata Lagarde dalam menjelaskan keputusan tersebut. Reuters melaporkan kalimat tersebut mengingatkan pada pernyataan terkenal dari mantan Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher "The lady's not for turning".

Inflasi yang tinggi menjadi salah satu faktor yang membuat ECB melakukan pengurangan nilai program pembelian aset. Begitu juga dengan The Fed, target inflasinya sudah tercapai.

Tetapi, di saat dukungan moneter berkurang, penyebaran penyakit akibat virus corona justru kembali mengganas di beberapa negara, termasuk di Amerika Serikat. Rata-rata penambahan kasus dalam 7 hari terakhir hingga Jumat (10/9/2021) lalu sebanyak 145.885 orang, masih berada di dekat rata-rata tertinggi sejak Januari lalu. Hal yang sama juga terjadi di berbagai negara, Eropa hingga Asia.

Kenaikan kasus tersebut serta berkurangnya stimulus moneter membuat pelaku pasar cemas akan kemungkinan perekonomian global kembali nyungsep, yang memicu aliran investasi ke dolar AS, sama seperti Maret tahun lalu ketika Covid-19 dinyatakan sebagai pandemi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular